Quantcast
Channel:
Viewing all 391 articles
Browse latest View live

Keseimbangan

$
0
0

Di dalam kehidupan sehari-hari diperlukan keseimbangan,  karena setiap kali keseimbangan tersebut berubah. Bagaimana kita menyikapi perubahan keseimbangan tersebut? Orang yang mudah beradaptasi dalam setiap perubahan, adalah orang yang tidak mudah stres, karena bagaimanapun setiap saat ada perubahan.

Akhir-akhir ini kita dipaksa untuk beradaptasi terhadap gaya hidup yang baru. Jika awalnya saya memperkirakan virus covid 19 ini bisa segera diatasi, namun dari berbagai pendapat, kita harus siap bahwa kondisi ini masih akan bertahan lama. Kemungkinan serangan virus mereda setelah ditemukannya vaksin, dan semoga perkiraan tersebut benar, namun akibat yang ditimbulkannya masih akan memakan waktu cukup lama.

Di sisi lain, kita bisa melihat bahwa orang menjadi terbiasa mengikuti gaya hidup saat ini, memakai masker, menjaga jarak, sering mencuci tangan pakai air dan sabun. Tapi, bagaimanapun, manusia adalah makhluk sosial, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang ditetapkan sejak akhir Maret 2020 masih berlangsung sampai saat ini, walaupun sudah dikatakan PSBB transisi namun Mal masih sepi. Orang masih bertahan hanya belanja seperlunya, karena belum tahu pasti kapan kondisi ini akan berakhir.

Sebetulnya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar anak-anak kita tidak kehilangan masa bermainnya. Diakui, pandemi ini membatasi mereka ketemu teman-teman nya, sekolah tutup, mereka belajar menggunakan zoom, sedangkan usia mereka sedang senang-senang nya melakukan eksplorasi. Di satu sisi mereka anak yang mudah beradaptasi menggunakan sarana digital, cepat sekali belajar menggunakan gadget. Agar anaknya tetap bisa mengobrol dengan teman-teman nya,  cucuku diperbolehkan menggunakan hape dan membuat WA grup, dengan syarat jam pemakaian HP dibatasi, serta HP tidak diberi password sehingga mama bisa sewaktu-waktu memonitor hasil percakapan di WAG.

Awalnya terkaget-kaget melihat hasil chat anak-anak itu, karena mereka juga berdebat keras di WAG. Terpaksa pelan-pelan mama mesti mengajarkan tentang bagaimana etika dalam menulis di WAG, etika memberi komentar, juga etika saat sekolah melalui zoom. Agar anak-anak tetap semangat, saat sekolah mereka tetap memakai seragam sekolah, saat melakukan diskusi melalui zoom.

Dan yang membuat saya terkaget-kaget, kemarin cucuku bertanya sama ayahnya….”Kok temanku heboh tentang Biden dan Trump? Siapa itu babe?” Terpaksa sang ayah menjelaskan bahwa saat ini sedang ada pemilihan presiden di Amerika dan calonnya adalah  Joe Biden melawan Donald Trump. Dan pembahasan menjadi melebar untuk menjelaskan sistem pemerintahan. Ada yang menggunakan kepala pemerintahan berupa Presiden, Kanselir, Perdana Menteri, Kerajaan dan lain-lain.

Ternyata karena dipaksa lebih banyak menggunakan media sosial, pengetahuan anak tentang dunia lain di luar Indonesia juga berkembang. Dan kemarin cucuku cerita…”Yangti, aku ingin membuat kenangan sekolah selama masa pandemi ini. Kan sebentar lagi sudah mau setahun, biar nanti ada kenangannya.”  Tak terasa memang anak-anak telah sekolah dari rumah hampir 9 bulan. Dan saya surprised melihat hasil desain kenangan anak kelas IV SD, yang dibuat dengan menggunakan power point.

Guru dipaksa juga lebih kreatif dalam memberi tugas pada anak-anak, agar anak-anak tetap sibuk dan tidak bosan. Memang tidak semua bisa dilaksanakan secara online, untuk kursus renang, taekwondo, drumb band terpaksa libur sementara. Kursus piano masih bisa dilakukan secara online, walau memang tidak optimal. Terpaksa ayahnya ikut membantu memberi contoh dulu jika mendapatkan lagu baru, karena jika mendengarkan melalui online tidak selalu jelas.


Catatan akhir tahun 20: Berdamai dengan pandemi covid-19

$
0
0

Tahun 2020 sudah hampir berakhir, namun tanda-tanda pandemi covid-19 ini belum menunjukkan mereda. Semoga setelah diuji cobakan vaksin, nantinya bisa memberikan jalan keluar. Dari sisi ekonomi, kondisi telah lumayan membaik walau belum sepenuhnya kembali. PSBB transisi masih berjalan, orang yang sadar kesehatan masih berusaha untuk tetap menghindari kerumunan, menjaga jarak dan selalu memakai masker jika terpaksa keluar rumah.

Anak-anak usia sekolah masih harus melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), bisa dibayangkan bagaimana jenuhnya anak-anak ini, yang terbiasa bermain bebas di luar rumah, ikut aktivitas berbagai ekskul, namun saat ini harus bertahan di dalam rumah.  

Sudah hampir 10 bulan penerapan social distancing (pembatasan sosial), yang merupakan cara persuasif untuk mengendalikan covid-19, dilaksanakan di DKI Jaya.  Presiden juga menyerukan agar mulai belajar di rumah, bekerja di rumah dan beribadah di rumah. Saat saya menulis ini, yang positif corona (covid 19) di dunia sudah mencapai 80.708.575 orang, di Indonesia  mencapai 706.837 orang, yang mendapat rating ke-20 dari negara yang paling banyak mendapatkan kasus positif covid-19 corona virus. Baik pemerintah, media semua menyarankan agar melakukan pembatasan sosial, namun  apakah mudah melaksanakannya?

Saya akan cerita di lingkungan keluarga saja.

Awal pelaksanaan WFH (Work From Home) semua masih mudah dilakukan. Anak sulung dan menantuku bekerja dengan target yang diberikan oleh kantor. Dan mungkin karena baru awal, dan pimpinan sendiri masih bingung bagaimana cara yang pas melakukan WFH, maka bolak balik ada vidcon (video conference), untuk para staf yang kerja di rumah, dengan bos dan staf yang saat itu giliran kerja di kantor. Ini tidak mudah karena internet tak selalu bisa mendukung, bahkan sering naik turun. Di satu sisi, ada anak yang juga mendapat tugas belajar di rumah, yang setiap kali sibuk menanyakan soal yang sulit pada bunda nya.

Lengkap sudah, stres pekerjaan sendiri, ditambah pertanyaan bertubi dari anak….lha iya bunda dan babe di rumah kapan lagi bisa bolak balik tanya….akhirnya nada tinggi mulai menyeruak.

Babenya, yang juga kerja di rumah, terpaksa turun tangan membantu. Ini baru punya anak satu usia SD, tak terbayangkan jika punya anak lebih dari satu dan masih kecil-kecil. Lupakan rumah bersih, semua jadi arena belajar dan bermain. Anak saya yang tinggal di luar negeri juga menjadi bahan pikiran, bagaimana situasi di sana, apalagi masih punya bayi. Syukurlah sekarang ada fasilitas bisa vidcall melalui WA, sehingga bisa memantau anak cucu yang tinggal di luar negeri setiap hari.

Saya sendiri masih ada kewajiban pergi kerja seminggu dua kali ke daerah dekat Pecenongan. Jika biasanya bisa pergi dengan bebas, kali ini suami dengan tegas mengatakan, harus diantar sopir. Dan sopirnya adalah si mbak yang sudah ikut keluarga kami lebih dari 20 tahun. Awalnya bingung juga, kasihan jika si mbak menunggu lama, akhirnya setiap kali saya kerja, si mbak ikut bekerja. Apa tugas si mbak? Saya minta membuatkan resume dari aturan-aturan POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) yang nantinya bisa digunakan sebagai bahan mengajar.

Setelah semua peraturan selesai diketik di laptop, dan tak ada lagi yang akan diketik, saya memberi catatan tulisan tangan saya, yang merupakan catatan pengajian, agar diketik di komputer. Setiap dua minggu sekali, grup pengajian yang awalnya adalah teman satu kompleks rumah dinas di Cipete dan merupakan rekan kerja satu kantor, setelah pensiun dan punya rumah terpencar, kami sepakat mengadakan pengajian setiap bulan di rumah salah satu teman di Dempo. Dan saat pandemi, pengajian ini dilaksanakan melalui “Zoom”, yang tak terasa telah dilakukan selama 14 kali….wahh sudah melebih pengajian off line yang dilakukan setiap bulan.

Pengajian MT NurSakinah

Bagaimana dengan tugas mengajar dan jasa konsultasi? Mengajar juga dilakukan melalui zoom. Memang tidak mudah terutama pertanyaan menjadi terbatas, disamping kita tak bisa menghadapi peserta secara aktif seperti pada pelatihan tatap muka. Begitu pula dengan beberapa meeting yang harus dilakukan, dilakukan secara on line, dengan risiko tiba-tiba ada yang menghilang karena signal jelek.

Behind the scenes-sharing session dengan Bank Jabar

Yang sulit adalah bagaimana membuat si kecil tahan di rumah. Walau pada akhirnya, kadang-kadang dibolehkan main ke luar rumah, naik sepeda bersama anak tetangga asalkan tetap memakai masker dan tak boleh makan di luar. Pengajian untuk si kecil sudah boleh dilakukan tatap muka, dengan tetap menjaga jarak dan memakai masker, dan malamnya harus menjaga jarak dengan yangti dan yangkung yang usianya rentan terpapar. Bagi si kecil, ini tetap kurang memuaskan…bacaan pun sudah dilalap semua. Jadi kami memikirkan cara-cara apalagi yang membuat si kecil tidak bosan. Syukurlah dia juga senang latihan memasak, si kecil didorong untuk latihan memasak, dan beberapa kali mulai belajar memasak kue, membuat puding ……. memasak telur, mie rebus.

Kebetulan babe si kecil suka sejarah, babe diajak oleh teman-teman nya untuk memandu acara jelajah sejarah secara on line. Saat babe menjadi pembicara tentang “Sumpah Pemuda”, si kecil ikut aktif mendampingi. Juga aktif berdiskusi di cara lainnya, saat membahas Deklarasi Djuanda yang dipandu oleh ayah temannya.

Mendampingi babe menjawab pertanyaan dan ikut diskusi

Dan jika bosan sekali, si kecil akan naik turun tangga dengan memanjat melalui rel nya (bukan melalui tangga nya). Kami tidak memarahi, hanya memberi pesan, agar jangan lupa pegangan yang kuat sebelum naik atau merosot. Dan belakangan saya baru tahu, rupanya di sekolah, si kecil suka memanjat tiang bendera bersama teman-teman nya.

Sahabatku terpapar covid-19

$
0
0

Sahabatku ini terkenal periang, tanpa kehadirannya, reuni di acara A678 (A-Fakultas Pertanian IPB, 678= nomor Angkatan dari tahun 69, 70 dan 71) akan terasa sepi. Setiap pagi Alda paling rajin mengirim ucapan selamat pagi di WAG A678, dengan gambar bunga-bunga yang indah. Latar belakang Alda dari jurusan Agronomi, bidang hortikultura. Jika ada acara kumpul-kumpul, Alda yang rajin menghias ruangan dengan bunga-bunga dan tanaman yang indah, serta menghangatkan acara dengan acara-acara yang membikin suasana ceria. Selain itu, Alda pintar memasak, sudah dipastikan dia akan heboh memasak sendiri untuk dibawa ke acara reuni teman-teman nya.

Sudah lama Alda tidak aktif di WAG, sebetulnya saya bertanya-tanya, apa sibuk momong cucunya? Maklum obrolan kaum purna tugas ini ya kelucuan para cucunya. Kami bahkan punya ide, bagaimana jika kita reuni dengan membawa para cucu, biar cucu kita juga bisa saling mengenal. Tak terbayangkan hebohnya jika hal itu terjadi, maklum cucu kami rata-rata masih usia SD, dan ada yang masih balita.

Tiga hari yang lalu, Alda muncul menyapa di WAG, dan ternyata dia terpapar covid-19. Dari 6 (enam) orang keluarganya, yang terkena ada 4 (empat) orang, yaitu bang Hasan (suami Alda), Alda sendiri, anaknya Icha dan Chilla (cucu usia SD). Kami kaget semua, dan ramai-ramai memberi saran apa yang bisa dilakukan. Dan setelah melewati satu minggu sejak kemunculan kembali Alda di WAG, saya bertanya apa boleh cerita pengalaman Alda ditulis, untuk pembelajaran yang lain. Alda setuju, dan ini ceritanya.

Bersama teman-teman seangkatan, Alda duduk nomor dua dari kanan

Awalnya, bang Hasan sakit flu dan batuk, kemudian Alda ketularan karena satu kamar. Sesudah satu minggu, anak kedua (Icha) dan Chilla (anaknya Icha), merasa kehilangan penciuman, tapi tidak merasa sakit. Akhirnya diputuskan satu rumah, termasuk ART periksa swab di daerah Kemang. Hasilnya: 6 (enam) orang positif dan 4 (empat) orang negatif. Yang positif tetap tinggal di rumah Pejaten, sedang yang negatif mengungsi di rumah Depok.

Kemudian Alda menelpon dokter keluarga, dipantau dan diteliti hasil swab nya. Diberi resep obat serta disuruh beli alat ukur saturation, karena Alda dan suami sudah termasuk lansia. Hasil pengukuran tidak boleh di bawah 94, jika di bawah 94 harus cepat dibawa ke Rumah Sakit.

Obat yang disediakan Alda dan keluarga:

  1. Antibiotik: azithromycin atau zitrothromax 500 mg diminum selama 10 hari.
  2. Anti virus: Fluvir 75
  3. Anti batuk dan untuk mengeluarkan dahak: Fluimucil 200 mg.
  4. Anti radang: Dexamethasone 0,5
  5. Turun panas: Paracetamol, sanmol.
  6. Untuk jaga imun di atas 55 tahun: tetap harus minum multi vitamin C 1000 mg, vitamin D 5000 IU,  vitamin E 400 IU dan zink zat besi.

Usahakan berjemur matahari pagi setidaknya 15 menit.

  • Lian hua sangat bagus untuk membantu meredakan gejala seperti batuk dan sesak napas, diminum 3x 4 kapsul sehari.

Lian Hua di luar obat dokter, namun sudah dikenal dan disarankan oleh teman-teman, ini membantu meredakan batuk. Alda membeli secara on line, ternyata tak tersedia, syukurlah Yul, teman baik Alda bisa mencarikan nya dan mengirim ke rumah Alda.

Alda dan keluarga juga rutin minum ini: 1 biji air kelapa muda, 1 jeruk nipis diperas, ½ sendok garam dan 2 sendok madu. Semua diaduk dan diminum airnya.

Selain itu setiap hari kumur-kumur dengan betadine, minyak kayu putih dibalur di dada, kaki dan hidung, untuk melatih penciuman.

Alda banyak mendapat dukungan dari teman-temannya. Ibu mertua teman Alda usia 88 tahun terpapar covid-19. Karena beliau menderita Parkinson, anak-anak nya memutuskan untuk merawatnya, isolasi mandiri di rumah, dan setelah 3 minggu hasil swab negatif.

Resep dan jadual saat isolasi mandiri di rumah dari teman yang keluarganya terpapar covid-19, sebagai berikut:

Pk 07.00               : kumur air garam

Pk 07.15               : makan pagi

Pk 07.45               : lian hua 4 pil (pertama)

Pk 8.30-9.30        : olahraga

Pk 9.30-10.00     : mandi

Pk 10.00                : vitamin C 500 mg , vitamin B, vitamin D, zinc, vitamin E ( ke 1 semua ), bee pollen

Pk 11.00               : minum herbavid herbal ginseng (ke 1)

Pk 12.00               : makan siang

Pk 12.45               : kumur air garam (kedua)

Pk 13.00               : lian hua 4 pil (kedua)

Pk 14.00               : vitamin C 500 mg, vitamin D, vitamin B, bee pollen (ke 2)

Pk 14.30 -15.30 : tidur siang

Pk 18.00               : makan malam

Pk 18.30               : lian hua 4 pil (ketiga)

Pk 19.30               : vitamin C 500 mg (ketiga), bee poleen (ketiga)

Pk 21.00               : minum herbavid herbal ginseng (kedua)

Pk 21.30               : kumur air garam

Alda dan keluarga mengikuti jadual ini, awalnya selama 5 (lima) hari tidak selera makan, Alda memaksa diri sendiri untuk makan pisang dan roti bakar, karena harus minum obat.  Dan karena hasil rontgen bagus, tidak ada kabut di paru-paru, dokter tidak menyarankan dirawat di rumah sakit. Dokter memberi obat untuk 10 hari, sisanya dianjurkan cukup minum vitamin.

Sekarang ini Alda dan keluarga sudah sehat, namun masih tetap isolasi mandiri…semoga terus sehat ya Alda, bang Hasan, Icha dan Chilla.

Catatan:

Alda membeli Lianhua Qingwen Jiaonang,  on line dari PT.INTRA ARIES 100% Asli. Membeli alat Oxymeter untuk mengukur kadar Oksigen (alat saturasi oksigen), dan oksigen portable, secara online.

Pengalaman mengikuti vaksinasi untuk lansia di PKM Cilandak

$
0
0

Awalnya saya masih tenang-tenang saja saat teman-teman mulai heboh soal vaksin untuk lansia. Namun sejak ada pemberitahuan vaksinasi melalui WAG dari RT tempat saya tinggal, saya minta tolong anak saya, untuk mendaftarkan saya secara on line, sebagai penerima vaksin. Suami masih ragu karena komorbid nya lumayan. Anak saya mendaftarkan secara on line siang hari, ternyata malamnya saya sudah dapat WA dari Puskesmas Cilandak, bahwa saya tercatat sebagai penerima vaksin covid-19 tahap 2. Saya diminta datang ke PKM (Pusat Kesehatan Masyarakat) Cilandak, yang untuk pelaksanaan vaksin lansia dilakukan di SD 04 Cilandak (persis sebelah Puskesmas Cilandak), hari Rabu tgl.24 Februari 2021, antara jam 8.30 sd 11.30 wib.

Saya diminta membawa KTP serta telah sarapan lebih dulu.Jadi pagi jam 8.15 wib saya berangkat dari rumah…wahh antrian kok banyak ya. Ternyata banyak yang masih bingung, belum mendaftar on line (tentu saja tak bisa dilayani, karena untuk menjaga jarak), ada juga yang belum menerima panggilan lewat WA tapi pengin segera ikut divaksin. Kabar baiknya warga terlihat begitu antusias untuk ikut vaksinasi.

Periksa administratif sambil diwawancara apakah sesuai form yang ditulis

Ada beberapa tahapan proses yang saya lewati:

Tahap 1: Saya antri untuk ambil nomor, dicek apakah nama saya ada di daftar…saya dapat nomor 70, dan disarankan duduk menunggu di tempat yang disediakan dengan menjaga jarak.

Tahap 2: Setelah dipanggil, saya beralih ke tenda dua, menunggu kemudian dicatat, nama, NIK, alamat rumah, no handphone (ini penting karena informasi disampaikan melalui WA), diwawancara ada keluhan penyakit apa saja.Tahap 3:Saya pindah ke tenda berikut. Disini dicek tekanan darah, suhu tubuh, diambil darah untuk dicek gula darah dan kadar kolesterolnya. Ditanya tinggi badan dan berat badan nya. Dikonfirmasi lagi penyakit yang kita punya.

Dicek tekanan darahnya

Tahap 3: Saya pindah ke tenda berikut. Disini dicek tekanan darah, suhu tubuh, diambil darah untuk dicek gula darah dan kadar kolesterolnya. Ditanya tinggi badan dan berat badan nya. Dikonfirmasi lagi penyakit yang kita punya.

Tahap 4: Di sini ada empat dokter, wawancara lebih lengkap….apakah punya sakit jantung, apa mudah lelah, apa seminggu terakhir pernah ketemu orang yang terpapar covid-19, apa punya diabetes, apa punya tekanan darah tinggi, apa ada keluhan autoimun dll. Mengobrol kegiatan saya selama ini…ditanya lagi seperti awal, apa punya penyakit dll, obat dan vitamin apa saja yang saya minum tiap hari. Kemudian dilakukan konfirmasi terakhir, diulang lagi pertanyaan awal….wawancara nya santai, agar kita benar-benar terbuka menceritakan apa keluhan kita.

Karena suami punya komorbid lumayan, saya tanya, apa memungkinkan divaksin. Dokter menjawab, bila memang ada keluhan yg berat, misalkan sakit jantung, akan disarankan kontrol ke dokter jantung lebih dulu, apakah aman untuk divaksin. Jika menurut dokter spesialis jantung memang tak membahayakan, maka bisa langsung datang untuk menerima vaksin tanpa perlu ikut antrian sejak awal, karena sudah tercatat. Kemudian dokter menyatakan bahwa saya boleh ikut divaksin.

Wawancara oleh dokter, yang kemudian diulang untuk mendapatkan konfirmasi, sebelum diputuskan apakah boleh divaksin apa tidak

Tahap 5:Saya masuk ke ruangan tempat untuk di suntik vaksin. Deg-deg an juga…ehh ternyata kok sebentar ya dan tidak sakit. Beda dengan saat vaksin meningitis….tangan pegal.

Disuntik vaksin

Tahap 6: Saya kemudian masuk ke ruang tempat menunggu untuk dimonitor selama 30 menit, apakah ada keluhan dan efek samping. Saya lapor ke petugas, dicatat dan petugas mengisi form. Saya kemudian disarankan untuk antri wawancara dokter sambil menunggu waktu 30 menit telah dilewati.

Di catat lagi setelah disuntik vaksin, diisi form jam berapa disuntik, kemudian diminta menunggu 30 menit untuk memonitor apakah ada efek samping

Dokter kembali wawancara, kegiatan saya sehari-hari, obat yang saya minum setiap hari, keluhan penyakit apa saja yang saya rasakan. Dan yang bikin surprised… pertanyaan terakhir dari dokter…”apakah ibu sekarang bahagia dengan kehidupan ibu?”Kemudian saya menunggu lagi…saat sudah waktunya, saya dipanggil, untuk diberi form agar nanti kembali untuk divaksin tahap 2 tanggal 24 Maret 2021….. ditanya apa saya tidak merasa ada keluhan, karena aman-aman saja saya boleh pulang.

Semoga pengalaman saya bermanfaat bagi teman-teman yang akan mengikuti vaksinasi.

Setelah 30 menit tidak ada efek samping, saya mendapat kartu ini untuk dibawa kembali tanggal 24 Maret 2021 guna mendapat suntikan vaksin tahap kedua

Tetap semangat walau pandemi covid-19 menghadang

$
0
0

Ahh aku cuma berani nekad aja”, kata temanku. Yahh dia temanku saat SMA, walau tidak melanjutkan kuliah, bisnisnya jago. Terus terang saya salut banget sama dia, selama ini saya hanya belajar memahami bisnis dari melihat usaha orang lain, belajar teori, praktek nya juga dari mempelajari prakteknya nasabah. Mau mulai bisnis sendiri? Rasanya gamang.

Saya yakin bahwa temanku pasti mengalami jatuh bangun dari berbisnis. Dari obrolanku melalui WA, saya belajar banyak dari dia, bahwa kita harus pantang menyerah, belajar dan bekerja keras, walau kita tetap percaya dan berdoa, agar takdir berpihak pada kita.

Temanku mulai bercerita, awalnya dia bekerja dengan orang asing, sebagai sekretarisnya. Setelah delapan tahun kemudian, bisa naik jabatan menjadi Manager sales & Representative Office. Kemudian ada peraturan pemerintah, bahwa orang asing tidak boleh berbisnis langsung di Indonesia. Atasan temanku bilang…”Why not you. Built your own company. I will support you”. Akhirnya temanku jadi agen tunggal sebuah produk, dari sini bisa mengumpulkan uang dan aset….akhirnya berbisnis menjadi keterusan apalagi memang temanku ini berbakat.

Alfamart, di sebelahnya Game on line dan Frozen food.

Dia bercerita bagaimana dia jatuh bangun dalam membangun bisnis. Saat wartel booming, temanku punya 8 (delapan) wartel dan bisa mengumpulkan uang untuk membeli beberapa ruko. Karena kemajuan teknologi, wartel bangkrut, terus mendirikan warnet, ini juga kegerus sama smartphone. Baru kemudian dia mendirikan alfamart dan berlanjut sampai sekarang.

Saya bertanya, pas krisis moneter tahun 97-98 apa bisnismu juga terkena? Dia cerita, saat krisis moneter, mempunyai dua ruko yang dibeli dengan menggunakan kredit bank. Dia stres berat, sampai menangis di depan kepala cabang salah satu bank BUMN di daerah Jakarta Utara. Saya dapat membayangkan ini, karena dulu saya pernah memimpin Divisi Restrukturisasi yang tiap hari kerjanya menyembuhkan usaha nasabah yang sakit.

Nasabah dan Account Officer memang seperti dua sisi mata uang, keduanya harus bisa saling melengkapi. Saat nasabah terpuruk, AO ikut membantu mencarikan jalan keluarnya. Hal ini bisa dilakukan apabila memang nasabah terbuka, dan bisnis yang menurun tadi memang karena risiko bisnis, bukan karena fraud. Jadi, saya percaya mendengar kisah temanku tadi. Kesulitan yang dihadapi saat krisis moneter memberikannya pelajaran, agar selalu siap menerima risiko. Pelajaran ini juga membuat usahanya tetap berjalan saat Indonesia terkena resesi bersama seluruh negara di dunia karena pandemi yang disebabkan covid-19.

Kebetulan usaha temanku di bidang makanan, merupakan salah satu bidang usaha yang masih tetap berjalan walau tentu pandemi ini juga menurunkan omzet usahanya. Yang menarik, justru temanku ini membuka dua ruko untuk menjual warteg di saat pandemi ini dan membuka toko Frozen food di dekat rumahnya.  Ini memang ciri-ciri seorang wirausaha, tak henti berpikir kreatif, kesulitan yang ada menjadi tantangan dan peluang. Dia bilang…” kita harus tetap kreatif dan memikirkan diversifikasi, sehingga jika usaha satu menurun, yang lain masih bisa diharapkan.”Temanku ini bisa mengontrol warungnya dari rumah, namun dia tetap meninjau lokasi warung dan tokonya, untuk menyemangati anak buah agar merasa diperhatikan.

Usaha warteg yang dibuka saat pandemi covid-19 dan laris

Semangat ya sobatku, semoga usahamu berjalan lancar dan bisa menyerap tenaga kerja.

Diomedia-Webinar Peluncuran 3 Buku Cerita Anak-anak Gemar Membaca

$
0
0

Membaca facebook nya Retty N. Hakim, blogger yang saya kenal sejak ada kopdar dengan Imelda Coutrier, selama ini saya hanya saling sapa melalui facebook. Retty rajin cerita kegiatan nya, dia menulis tentang adanya rencana menulis buku. Saya mengirim WA ke Retty yang langsung dibalas, bahkan Retty mengundang saya ikut gabung di Webinar yang diadakan oleh penerbit Diomedia, pada hari Jumat tanggal 23 Juli 2021, dari jam 19.30 sampai dengan 21.00 wib. Saya juga diundang untuk ikut grup WA yang anggotanya para penulis yang tergabung dalam Diomedia.

Undangan ikut webinar

Wahh …padahal saya baru sekali menulis buku antologi berjudul “Titip Rindu Untuk Ayah”, jadi apalah pengalaman saya. Tapi akhirnya saya banyak mengobrol dengan mas Diyo yang merupakan editor buku dan pemilik Diomedia. Jadilah saya bertukar kabar dengan mas Diyo, dan dari obrolan ini, mas Diyo mendorong saya untuk ikut menulis buku.

Menurutku menarik cara mas Diyo mendorong dan memotivasi orang untuk menulis buku. ” Cukup lima lembar saja, mbak. Kan mbak Enny sudah sering nulis di blog, nanti dibantu koreksinya.” Kebetulan Diomedia berencana menerbitkan “Memoar Hero“, yaitu sebuah buku antologi, yang terdiri dari tulisan beberapa penulis, yang menceritakan siapa menurutnya yang menjadi pahlawan nya, yang mendorong sampai kita berada di titik ini. Hero ini bisa berupa ayah, paman, sahabat, atasan, tapi merupakan orang yang berperan dalam pencapaian kita sampai saat ini. Saya bertanya kapan jadual tulisan paling lambat harus sudah dikirim, mas Diyo mengatakan tanggal 25 Juli 2021.

Peserta webinar (foto kiriman mas Diyo).

Saya merenung, sambil memikirkan siapa ya dari sekelilingku yang selama ini membuatku termotivasi sampai saat ini. Karena saya tahu, saya bukan tipe yang ambisius, menjalani hari ke hari hanya seperti air mengalir, namun jika dikasih tugas, saya berusaha semaksimal mungkin. Bahkan sebetulnya, yang tahu kemampuan saya adalah para atasanku, karena beliaulah, saya bisa didorong sampai seperti ini, termasuk juga peran suami. Namun, peran teman terdekat, juga sangat penting, teman tempat saya berbagi, teman dimana saya bisa nangis bersama, cekikikan bersama, kadang juga berdebat sampai keras, yang jika orang melihatnya dianggap kami sedang berantem.

Disampaikan oleh mbak Erlita Monika (foto kiriman mas Diyo).
Peserta webinar antusias mendengarkan (foto kiriman mas Diyo).

Mas Diyo juga mengatakan, yang penting tulis dulu mbak, nanti saya bantu mengedit nya. Bulan depan Diomedia berencana mau membuat memoar pewarta warga, maksudnya apa yang kita lihat sehari-hari di sekeliling kita, atau pengalaman kita sebagai blogger dan anggota masyarakat, yang menarik dan bisa ditulis sehingga bisa dibuat tulisan untuk berbagi pengalaman dengan orang lain.

Dan pada hari Jumat malam, saya ikut webinar melalui google meet, pengalaman pertama saya ikut diskusi aktif bersama penulis. Walau sering diundang untuk hadir pada launching buku, tapi ini pengalaman pertama bagi saya berbagi cerita dengan para penulis. Ada tiga pembicara yang telah menerbitkan buku cerita anak, yaitu: 1. Mbak Erlita Monika (buku nya Ozzy dan Buntal Pergi Berkemah), 2. Mbak Victoria Dian Ginting (bukunya Bubu bersama Jo dan Ori), 3. Mbak Eko Marini (bukunya Rahasia Jojo sang Juara). Mereka bertiga bergantian presentasi dengan moderator mbak Novi Febrianti, bagaimana cara mendapatkan ide tulisan, bagaimana cara memotivasi diri sendiri untuk terus menulis, dan yang sangat menarik…mereka berbagi tip dan pengalaman bagaimana mendidik anak untuk senang membaca. Kapan sebaiknya ibu mulai mengajarkan anak membaca, dengan mendongeng, dan ternyata sejak bayi dalam kandungan, ibu sudah bisa mulai mendongeng untuk bayinya. Kebetulan tanggal 23 Juli bertepatan dengan “Hari Anak Nasional” jadi webinar ini benar-benar tepat waktunya.

Bookish Play oleh mbak Victoria Dian Ginting (Foto kiriman mas Diyo).

Acara diskusi dan tanya jawab selesai sekitar jam 21.17 wib, masih ada 6 (enam) orang termasuk mas Diyo yang masih melanjutkan acara mengobrol, antara lain mbak Iriani. Kami mengobrol bagaimana agar berani menulis, karena penyakit umum saat setelah selesai menulis adalah ada keragu-raguan di hati apa tulisanku bagus? Apa nggak ecek-ecek? Apa nggak diketawakan oleh orang lain. Di sini mas Diyo berperan mendorong kami untuk berani menulis, diawali dengan tulisan singkat 3 lembar, paling tidak kita berani cerita dalam tulisan.

Obrolan kami berakhir jam 22.00 wib, dan setelah mengucapkan salam perpisahan, masing-masing mengundurkan diri. Mas Diyo berjanji agar mengirimkan bahan presentasi tadi ke WAG. Dan hasil foto-foto ini adalah kiriman mas Diyo, saya saking semangatnya malah lupa memotret.

Perlukah ada jadwal kegiatan buat anak?

$
0
0

Pernahkah kita mempunyai jadwal harian? Seingatku dulu, saya hanya punya jadwal belajar di sekolah, dan jadwal ujian. Hidup rasanya mengalir begitu saja. Pulang sekolah bermain bersama teman, jalan kaki atau naik sepeda. Kegiatan saya di luar sekolah cuma ikut Pramuka  seminggu sekali dan les menari yang diadakan oleh sekolah.

Namun hal ini tentu berbeda dengan kondisi anak sekarang, yang dipaksa menyesuaikan diri dengan situasi pandemi yang membuat tidak bebas lagi untuk berkegiatan di luar ruangan. Saat situasi pandemi seperti sekarang, mau tak mau memaksa orangtua dan anak membuat jadwal kegiatan agar tak lupa. Kadang kita sendiri lupa waktu bukan, ini hari apa ya? Karena kita hanya berkegiatan di seputar rumah, semua dilakukan dari rumah, dari belanja on line, mengajar, rapat, anak-anak pun sekolah secara on line.

Mudahkah membuat jadwal kegiatan? Jawabannya adalah tidak….dan supaya anak bertanggung jawab, jadwal dibuat bersama anak, didiskusikan bersama, agar anak bisa mengatur kegiatan sesuai jadwal yang dibuat. Apakah setelah jadwal selesai dibuat, kegiatan berlangsung aman dan terencana? Jawabannya tetap tidak. Namanya anak-anak, banyak lupanya, apalagi jika sudah pegang gawai, dan ngobrol bersama teman-teman nya, lupa segalanya. Sebelum pandemi, anak hanya diberi waktu tertentu untuk pegang gawai, namun sejak pandemi dan sekolah diadakan  secara on line, mau tak mau anak akrab dengan gawai bahkan kalau ortu tidak mengingatkan bisa-bisa seharian pegang gawai terus.

Di sini pentingnya ada jadwal, kapan jadwal anak sekolah, kapan jadwal membuat PR (Pekerjaan Rumah), jadwal membaca buku cerita, dan jadwal kegiatan lainnya. Syukurlah, banyak pengelola kegiatan anak di luar sekolah, bisa menyesuaikan diri dan akrab dengan zoom, atau google meet atau sarana lainnya. Jadi anak tetap bisa kursus secara on line, apakah itu kursus piano, kursus menggambar, kursus taekwondo, atau kursus melukis. Yang tak bisa dilaksanakan sementara ini adalah kursus berenang, karena harus tetap berlatih di kolam renang. Juga kegiatan luar ruangan seperti bermain basket, ikut latihan drumband.

Taekwondo secara on line? Jawaban nya bisa, bahkan ujian kenaikan tingkat taekwondo bisa dilaksanakan secara on line. Ya memang tidak senyaman kursus secara off line atau tatap muka, namun dengan jadwal kegiatan yang padat, diharapkan anak tidak bosan. Dan betapa senangnya saat melihat anak menikmati saat bercanda ria bersama teman-teman nya melalui zoom….hal yang tak pernah terbayangkan sebelum ada pandemi.

Waktu untuk bersantai juga harus dibuat, seperti menonton film. Kapan waktu untuk menonton film di TV, dengan tayangan TV saat ini, dimana kita bisa berlangganan N….dan lain-lain nya, anak tak kekurangan hiburan.

Jadwal yang dibuat oleh Ara dan disetujui bunda.

Ini ada contoh jadwal dari hari Senin sampai dengan Jumat yang dibuat oleh Ara dan disetujui bunda nya. Kursus piano dilaksanakan pada akhir pekan, dan selama PPKM ini dilakukan secara on line. Setelah berjalan beberapa waktu, ada hal yang kurang tepat, seperti contohnya, jadwal membaca buku ada setelah makan siang. Apa yang terjadi? Namanya juga membaca buku, baru satu dua lembar, sudah mengantuk, akhirnya anak tertidur dan susah dibangunkan saat waktunya untuk kegiatan berikut. Jadi akhirnya jadwal akan diubah, agar siang hari membuat PR dan baru malamnya membaca buku. Kalaupun tertidur, tugas utama sebagai anak untuk membuat PR sudah dilakukan dengan baik.

Jadi, sebagai orang tua tetap ada ruang untuk diskusi bersama anak, agar anak melakukan kegiatan dengan senang dan sesuai yang diinginkan, dengan tetap di monitor oleh orangtuanya. Ara juga dilarang menghapus pesan atau gambar yang dikirim oleh teman-teman nya, agar bunda bisa mengontrol apa saja yang dibahas di WA grup bersama teman nya.

Si jangkung misterius

$
0
0

Siang itu saya pulang kuliah naik sepeda, panas nya menyengat sampai ke ubun-ubun. Ya,  setelah menunggu panggilan dari PTN belum ada juga, akhirnya ayah setuju saya kuliah di PTS ambil Teknik Kimia di kota buaya. Ini kuliah hari kelima, tapi dosen nya ajrut2an, sering kosong. Konon katanya, beliau ngajar dulu di PTN baru ke swasta. Jam kuliah juga ada yang malam…duhh nasib kuliah di PTS.

Saat sampai di tempat kost, saya kaget melihat ayah, apa sebegitu kangen nya kok sudah ditengok padahal baru ditinggal seminggu. Ternyata ayah membawa berita…”Nduk, kamu diterima di IPB. Segera bereskan kopermu, kita pulang ke rumah. Besok siang kita berangkat ke  Bogor.” Segera kami mengejar kereta api yang menuju ke kota kelahiranku.

Antara seneng dan deg2an, saya mempersiapkan keberangkatan ke Bogor. Ibu mendatangi saya dengan wajah sendu….” Jangan lupa bawa selimut tebal dan obat gosok, kamu kan gampang sakit perut dan masuk angin.” Yahh musuhku memang hawa dingin, padahal Bogor saat itu di kenal sebagai kota yang termasuk dingin cuacanya, dan sering hujan, makanya di sebut dengan nama kota hujan.

Kampus IPB Baranangsiang

Besoknya saya dan ayah naik kereta api menuju Jakarta, kereta api penuh sesak, syukurlah dapat tempat duduk. Dan bapak yang duduknya di kursi dekat kami, menawarkan untuk mengantar kami ke Lapangan Banteng setelah sampai di Jakarta. Saat itu terminal bis berlokasi di Lapangan Banteng, dari sini kami naik bis menuju kota Bogor. Jalan dari Jakarta ke Bogor meliuk-liuk indah sekali, menyedapkan mata memandang, maklum saya dari kota kecil yang panas dan wilayahnya datar. Memasuki jalan raya Bogor, pohon-pohon besar kenari berjejeran di kiri kanan jalan, saya jadi ingat lagunya Ernie Djohan (judulnya”Bogor Indah“). Bis sampai di terminal Bogor yang lokasinya di depan stasiun Bogor. Dari sini kami naik andong menuju daerah Sempur…ayah membawa surat dari sepupu tante nya, yg tinggal di Sempur agar bersedia menerima saya tinggal bersama mereka,  sebelum mendapat tempat kost. Udara Bogor masih segar, saat mandi saya menggigil….

Pagi-pagi saya diantar ayah mendaftar ke IPB dengan berjalan kaki. Saat itu bemo hanya dari jl. Gunung Gede ke Pasar Bogor dan masih jarang. Sampai IPB ternyata harus ke kantor pos untuk membayar uang kuliah. Setelah selesai membayar uang kuliah, kembali ke IPB mengurus administrasi, ada cowok jangkung berkulit sawo matang mendekati kami dan setelah mengobrol dengan ayah, si jangkung ini menemani saya ke mana-mana sampai urusan selesai dan saya resmi diterima di Faperta IPB. Dan ayah, sejak saya ketemu si jangkung, langsung pamit pulang,  naik bis menuju Jakarta, untuk disambung naik kereta api ke kampungku.

Besoknya saya mulai ikut perkuliahan, kuliah di IPB disiplin sekali, telat 5 (lima) menit nggak boleh masuk. Beberapa kali saya ketemu si jangkung ini, dia tersenyum dari kejauhan. Saya yang dari udik, pemalu, nggak pede, hanya bisa menunduk….dan sejak itu saya tak pernah ketemu lagi sama si jangkung itu, bahkan tak tahu namanya. Betapapun, saya berterimakasih padanya, yang menemaniku keliling kampus Baranangsiang, membantu mengurus administrasi, menunjukkan lokasi perpustakaan, ruang kuliah dan lain-lain.

Halaman rumput depan kampus….saat musim pohon kapuk berbunga…..serasa ada salju turun

Kampus IPB Baranangsiang saat itu sangat sepi, karena untuk 6 (enam) fakultas yang di bawah IPB, masing-masing Fakultas hanya menerima 50 orang melalui jalur penerimaan tertulis (rapor kelas 3 SMP, kelas 1-2-3 SMA dan sertifikat kelulusan), dan rekomendasi dari Kepala Sekolah. Kami banyak bertemu teman dan kuliah ramai-ramai saat masih di tingkat Persiapan 1 dan Persiapan 2, kuliah merupakan perpaduan antara teori, praktek (responsi), dan praktikum. Tahun ke tiga sudah mulai banyak di lapangan, sehingga wajar kampus terasa sepi, karena di Kampus Baranangsiang hanya untuk Fakultas Pertanian dan Perikanan. Fakultas Peternakan dan Teknologi Pertanian tempat kuliahnya di kampus Gunung Gede, Fakultas Kedokteran Hewan di kampus Taman Kencana, serta Fakultas Kehutanan di kampus Darmaga yang kira-kira 12 km dari kota Bogor.

Dengan demikian kami memang jarang berinteraksi dengan kakak tingkat, kecuali yang menjadi asisten dosen. Sampai saya lulus S1, saya tak pernah ketemu lagi dengan si jangkung yang telah membantu saya di hari pertama masuk IPB ini. Sebetulnya saya menyesal tak tahu namanya dan dari angkatan berapa.


Diomedia: Obrolan Menulis Memoar Inspiratif

$
0
0

Ini kedua kalinya saya ikut mengobrol lewat google meet bersama teman-teman para memoaris, belajar bersama dan saling mensupport agar kami bisa menulis dengan baik dan bermanfaat untuk orang lain. Kegiatan yang sungguh positif menurut saya, dan setelah berkenalan dengan para anggotanya, kali ini yang hadir 24 orang….woo latar belakang anggota benar-benar mengesankan.

Saya mengenal Komunitas Menulis Memoar ini karena diajak teman sesama blogger (walau saya sudah sangat jarang menulis). Dan ternyata teman-teman saya kelas berat euy …ada dokter ahli paru yang masih aktif bekerja di RSCM, ada jurnalis,  ada pustakawan, ada dosen, guru dan ahli pertanian…wahh banyak lagi, mungkin nanti saya akan makin mengenal beliau-beliau ini. Saya juga mengajak teman-teman ikut (biar ramai dan punya teman yang sama-sama baru), yaitu bu Ninik (sayang bu Ninik sedang isoman, cepat kembali sehat ya bu). Dari teman kuliah, ada mas Iwan, senior saya dan Iswandi Anas Chaniago, teman seangkatan.

Sejak tahun 2017, Diomedia telah menerbitkan 50 buku, prestasi yang bagus menurut saya, penjualan pada umumnya dilakukan secara daring. Dari obrolan ini, saya baru memahami bahwa menulis memoar merupakan proses “ healing”, yang antara lain digunakan oleh psikolog untuk menyembuhkan trauma.

Penjelasan mas Diyo, owner dan founder penerbit Diomedia, saya coba tulis di sini, agar bermanfaat bagi teman-teman yang ingin mulai menulis memoar, sebagai berikut:

Kita mengenal memoar yang menginspirasi, antara lain: Catatan Harian Anne Frank, Catatan Seorang Demonstran Soe Hok Gie, Laskar Pelangi dan Multatuli yang Membunuh/Mengakhiri Kolonialisme.

Jadi, secara legacy: a. Menulis memoar hakikatnya menulis untuk diri sendiri. b. Membuka kenangan dan fakta hidup yang pernah terjadi, c. Memasuki ruang privat dalam diri. d. Ketika menuliskannya tentu dengan sepenuh jiwa. Jadi, sebetulnya memoar adalah kenang-kenangan sejarah atau catatan peristiwa masa lampau menyerupai autobiografi yang ditulis dengan menekankan pendapat, kesan, dan tanggapan pencerita atas peristiwa yang dialami dan tentang tokoh yang berhubungan dengannya. Dan merupakan catatan dan pengalaman hidup seseorang.

Bentuk memoar bisa berupa: prosa, surat, puisi dan esai.

Bagaimana langkah pertama menulis memoar?

  1. Tentukan tema khusus.
  2. Mengawali dari mana saja.
  3. Sudah memikirkan/merencanakan akhir dari memoar yang akan ditulis.
  4. Termasuk menyiapkan foto-foto, dokumen beserta keterangannya.
  5. Eksplorasi perasaan ketika menulis.
  6. Rasa penggerak menuangkan memoar.

Bahan menulis memoar adalah fakta dan kenangan.

Resep menulis:

“ Menulis, jika dilakukan secara benar, tak ada bedanya dengan kegiatan bercakap-cakap” (Laurence Sterne 1713-1759, novelis Inggris).

Isak Dinesen, penulis Denmark menceritakan, awal mulanya cerita:  Mula-mula saya merasakan dorongan kuat untuk menulis sebuah cerita. Kemudian datanglah karakter-karakter, dan merekalah yang membangun cerita. Dari gerak karakter-karakter itu, munculah plot. Jika segalanya telah siap, tema, karakter dan bangunan cerita, maka Tuan plot akan datang.

Delapan Langkah menulis memoir oleh Linda Joy Myers:

  1. Memahami alasanmu menulis.
  2. Lakukan penelitian.
  3. Psikologi menulis memoar.
  4. Bagian gelap.
  5. Menyusun cerita lama.
  6. Terbitkan atau tidak terbitkan.
  7. Kedahsyatan menulis yang menyembuhkan.

Dari uraian mas Diyo, saya memahami bahwa ternyata ada Himpunan Penulis Memoar:

  1. National Association of Memoir Writers, USA. (Linda Joy Myers is the President)
  2. Komunitas Menulis Memoar, berkantor di Penerbit Diomedia, Surakarta.

Obrolan dilanjutkan dengan tanya jawab, sungguh mencengangkan dan mengharukan ternyata banyak teman yang selama ini banyak berkecimpung menulis ilmiah, ternyata ingin mulai menulis cerita ringan namun bisa menginspirasi pembacanya. Saya makin semangat, semoga sayapun ketularan bisa menulis…yang penting semangat dulu untuk memulai. Terimakasih teman-teman semua, semoga  pertemuan kita secara daring ini banyak manfaatnya.

Catatan: Karena keasyikan mendengar cerita mas Diyo, jadi lupa memotret.

Perlukah ada jadwal kegiatan buat anak?

$
0
0

Pernahkah kita mempunyai jadwal harian? Seingatku dulu, saya hanya punya jadwal belajar di sekolah, dan jadwal ujian. Hidup rasanya mengalir begitu saja. Pulang sekolah bermain bersama teman, jalan kaki atau naik sepeda. Kegiatan saya di luar sekolah cuma ikut Pramuka  seminggu sekali dan les menari yang diadakan oleh sekolah.

Namun hal ini tentu berbeda dengan kondisi anak sekarang, yang dipaksa menyesuaikan diri dengan situasi pandemi yang membuat tidak bebas lagi untuk berkegiatan di luar ruangan. Saat situasi pandemi seperti sekarang, mau tak mau memaksa orangtua dan anak membuat jadwal kegiatan agar tak lupa. Kadang kita sendiri lupa waktu bukan, ini hari apa ya? Karena kita hanya berkegiatan di seputar rumah, semua dilakukan dari rumah, dari belanja on line, mengajar, rapat, anak-anak pun sekolah secara on line.

Mudahkah membuat jadwal kegiatan? Jawabannya adalah tidak….dan supaya anak bertanggung jawab, jadwal dibuat bersama anak, didiskusikan bersama, agar anak bisa mengatur kegiatan sesuai jadwal yang dibuat. Apakah setelah jadwal selesai dibuat, kegiatan berlangsung aman dan terencana? Jawabannya tetap tidak. Namanya anak-anak, banyak lupanya, apalagi jika sudah pegang gawai, dan ngobrol bersama teman-teman nya, lupa segalanya. Sebelum pandemi, anak hanya diberi waktu tertentu untuk pegang gawai, namun sejak pandemi dan sekolah diadakan  secara on line, mau tak mau anak akrab dengan gawai bahkan kalau ortu tidak mengingatkan bisa-bisa seharian pegang gawai terus.

Di sini pentingnya ada jadwal, kapan jadwal anak sekolah, kapan jadwal membuat PR (Pekerjaan Rumah), jadwal membaca buku cerita, dan jadwal kegiatan lainnya. Syukurlah, banyak pengelola kegiatan anak di luar sekolah, bisa menyesuaikan diri dan akrab dengan zoom, atau google meet atau sarana lainnya. Jadi anak tetap bisa kursus secara on line, apakah itu kursus piano, kursus menggambar, kursus taekwondo, atau kursus melukis. Yang tak bisa dilaksanakan sementara ini adalah kursus berenang, karena harus tetap berlatih di kolam renang. Juga kegiatan luar ruangan seperti bermain basket, ikut latihan drumband.

Taekwondo secara on line? Jawaban nya bisa, bahkan ujian kenaikan tingkat taekwondo bisa dilaksanakan secara on line. Ya memang tidak senyaman kursus secara off line atau tatap muka, namun dengan jadwal kegiatan yang padat, diharapkan anak tidak bosan. Dan betapa senangnya saat melihat anak menikmati saat bercanda ria bersama teman-teman nya melalui zoom….hal yang tak pernah terbayangkan sebelum ada pandemi.

Waktu untuk bersantai juga harus dibuat, seperti menonton film. Kapan waktu untuk menonton film di TV, dengan tayangan TV saat ini, dimana kita bisa berlangganan N….dan lain-lain nya, anak tak kekurangan hiburan.

Jadwal yang dibuat oleh Ara dan disetujui bunda.

Ini ada contoh jadwal dari hari Senin sampai dengan Jumat yang dibuat oleh Ara dan disetujui bunda nya. Kursus piano dilaksanakan pada akhir pekan, dan selama PPKM ini dilakukan secara on line. Setelah berjalan beberapa waktu, ada hal yang kurang tepat, seperti contohnya, jadwal membaca buku ada setelah makan siang. Apa yang terjadi? Namanya juga membaca buku, baru satu dua lembar, sudah mengantuk, akhirnya anak tertidur dan susah dibangunkan saat waktunya untuk kegiatan berikut. Jadi akhirnya jadwal akan diubah, agar siang hari membuat PR dan baru malamnya membaca buku. Kalaupun tertidur, tugas utama sebagai anak untuk membuat PR sudah dilakukan dengan baik.

Jadi, sebagai orang tua tetap ada ruang untuk diskusi bersama anak, agar anak melakukan kegiatan dengan senang dan sesuai yang diinginkan, dengan tetap di monitor oleh orangtuanya. Ara juga dilarang menghapus pesan atau gambar yang dikirim oleh teman-teman nya, agar bunda bisa mengontrol apa saja yang dibahas di WA grup bersama teman nya.

Si jangkung misterius

$
0
0

Siang itu saya pulang kuliah naik sepeda, panas nya menyengat sampai ke ubun-ubun. Ya,  setelah menunggu panggilan dari PTN belum ada juga, akhirnya ayah setuju saya kuliah di PTS ambil Teknik Kimia di kota buaya. Ini kuliah hari kelima, tapi dosen nya ajrut2an, sering kosong. Konon katanya, beliau ngajar dulu di PTN baru ke swasta. Jam kuliah juga ada yang malam…duhh nasib kuliah di PTS.

Saat sampai di tempat kost, saya kaget melihat ayah, apa sebegitu kangen nya kok sudah ditengok padahal baru ditinggal seminggu. Ternyata ayah membawa berita…”Nduk, kamu diterima di IPB. Segera bereskan kopermu, kita pulang ke rumah. Besok siang kita berangkat ke  Bogor.” Segera kami mengejar kereta api yang menuju ke kota kelahiranku.

Antara seneng dan deg2an, saya mempersiapkan keberangkatan ke Bogor. Ibu mendatangi saya dengan wajah sendu….” Jangan lupa bawa selimut tebal dan obat gosok, kamu kan gampang sakit perut dan masuk angin.” Yahh musuhku memang hawa dingin, padahal Bogor saat itu di kenal sebagai kota yang termasuk dingin cuacanya, dan sering hujan, makanya di sebut dengan nama kota hujan.

Kampus IPB Baranangsiang

Besoknya saya dan ayah naik kereta api menuju Jakarta, kereta api penuh sesak, syukurlah dapat tempat duduk. Dan bapak yang duduknya di kursi dekat kami, menawarkan untuk mengantar kami ke Lapangan Banteng setelah sampai di Jakarta. Saat itu terminal bis berlokasi di Lapangan Banteng, dari sini kami naik bis menuju kota Bogor. Jalan dari Jakarta ke Bogor meliuk-liuk indah sekali, menyedapkan mata memandang, maklum saya dari kota kecil yang panas dan wilayahnya datar. Memasuki jalan raya Bogor, pohon-pohon besar kenari berjejeran di kiri kanan jalan, saya jadi ingat lagunya Ernie Djohan (judulnya”Bogor Indah“). Bis sampai di terminal Bogor yang lokasinya di depan stasiun Bogor. Dari sini kami naik andong menuju daerah Sempur…ayah membawa surat dari sepupu tante nya, yg tinggal di Sempur agar bersedia menerima saya tinggal bersama mereka,  sebelum mendapat tempat kost. Udara Bogor masih segar, saat mandi saya menggigil….

Pagi-pagi saya diantar ayah mendaftar ke IPB dengan berjalan kaki. Saat itu bemo hanya dari jl. Gunung Gede ke Pasar Bogor dan masih jarang. Sampai IPB ternyata harus ke kantor pos untuk membayar uang kuliah. Setelah selesai membayar uang kuliah, kembali ke IPB mengurus administrasi, ada cowok jangkung berkulit sawo matang mendekati kami dan setelah mengobrol dengan ayah, si jangkung ini menemani saya ke mana-mana sampai urusan selesai dan saya resmi diterima di Faperta IPB. Dan ayah, sejak saya ketemu si jangkung, langsung pamit pulang,  naik bis menuju Jakarta, untuk disambung naik kereta api ke kampungku.

Besoknya saya mulai ikut perkuliahan, kuliah di IPB disiplin sekali, telat 5 (lima) menit nggak boleh masuk. Beberapa kali saya ketemu si jangkung ini, dia tersenyum dari kejauhan. Saya yang dari udik, pemalu, nggak pede, hanya bisa menunduk….dan sejak itu saya tak pernah ketemu lagi sama si jangkung itu, bahkan tak tahu namanya. Betapapun, saya berterimakasih padanya, yang menemaniku keliling kampus Baranangsiang, membantu mengurus administrasi, menunjukkan lokasi perpustakaan, ruang kuliah dan lain-lain.

Halaman rumput depan kampus….saat musim pohon kapuk berbunga…..serasa ada salju turun

Kampus IPB Baranangsiang saat itu sangat sepi, karena untuk 6 (enam) fakultas yang di bawah IPB, masing-masing Fakultas hanya menerima 50 orang melalui jalur penerimaan tertulis (rapor kelas 3 SMP, kelas 1-2-3 SMA dan sertifikat kelulusan), dan rekomendasi dari Kepala Sekolah. Kami banyak bertemu teman dan kuliah ramai-ramai saat masih di tingkat Persiapan 1 dan Persiapan 2, kuliah merupakan perpaduan antara teori, praktek (responsi), dan praktikum. Tahun ke tiga sudah mulai banyak di lapangan, sehingga wajar kampus terasa sepi, karena di Kampus Baranangsiang hanya untuk Fakultas Pertanian dan Perikanan. Fakultas Peternakan dan Teknologi Pertanian tempat kuliahnya di kampus Gunung Gede, Fakultas Kedokteran Hewan di kampus Taman Kencana, serta Fakultas Kehutanan di kampus Darmaga yang kira-kira 12 km dari kota Bogor.

Dengan demikian kami memang jarang berinteraksi dengan kakak tingkat, kecuali yang menjadi asisten dosen. Sampai saya lulus S1, saya tak pernah ketemu lagi dengan si jangkung yang telah membantu saya di hari pertama masuk IPB ini. Sebetulnya saya menyesal tak tahu namanya dan dari angkatan berapa.

Diomedia: Obrolan Menulis Memoar Inspiratif

$
0
0

Ini kedua kalinya saya ikut mengobrol lewat google meet bersama teman-teman para memoaris, belajar bersama dan saling mensupport agar kami bisa menulis dengan baik dan bermanfaat untuk orang lain. Kegiatan yang sungguh positif menurut saya, dan setelah berkenalan dengan para anggotanya, kali ini yang hadir 24 orang….woo latar belakang anggota benar-benar mengesankan.

Saya mengenal Komunitas Menulis Memoar ini karena diajak teman sesama blogger (walau saya sudah sangat jarang menulis). Dan ternyata teman-teman saya kelas berat euy …ada dokter ahli paru yang masih aktif bekerja di RSCM, ada jurnalis,  ada pustakawan, ada dosen, guru dan ahli pertanian…wahh banyak lagi, mungkin nanti saya akan makin mengenal beliau-beliau ini. Saya juga mengajak teman-teman ikut (biar ramai dan punya teman yang sama-sama baru), yaitu bu Ninik (sayang bu Ninik sedang isoman, cepat kembali sehat ya bu). Dari teman kuliah, ada mas Iwan, senior saya dan Iswandi Anas Chaniago, teman seangkatan.

Sejak tahun 2017, Diomedia telah menerbitkan 50 buku, prestasi yang bagus menurut saya, penjualan pada umumnya dilakukan secara daring. Dari obrolan ini, saya baru memahami bahwa menulis memoar merupakan proses “ healing”, yang antara lain digunakan oleh psikolog untuk menyembuhkan trauma.

Penjelasan mas Diyo, owner dan founder penerbit Diomedia, saya coba tulis di sini, agar bermanfaat bagi teman-teman yang ingin mulai menulis memoar, sebagai berikut:

Kita mengenal memoar yang menginspirasi, antara lain: Catatan Harian Anne Frank, Catatan Seorang Demonstran Soe Hok Gie, Laskar Pelangi dan Multatuli yang Membunuh/Mengakhiri Kolonialisme.

Jadi, secara legacy: a. Menulis memoar hakikatnya menulis untuk diri sendiri. b. Membuka kenangan dan fakta hidup yang pernah terjadi, c. Memasuki ruang privat dalam diri. d. Ketika menuliskannya tentu dengan sepenuh jiwa. Jadi, sebetulnya memoar adalah kenang-kenangan sejarah atau catatan peristiwa masa lampau menyerupai autobiografi yang ditulis dengan menekankan pendapat, kesan, dan tanggapan pencerita atas peristiwa yang dialami dan tentang tokoh yang berhubungan dengannya. Dan merupakan catatan dan pengalaman hidup seseorang.

Bentuk memoar bisa berupa: prosa, surat, puisi dan esai.

Bagaimana langkah pertama menulis memoar?

  1. Tentukan tema khusus.
  2. Mengawali dari mana saja.
  3. Sudah memikirkan/merencanakan akhir dari memoar yang akan ditulis.
  4. Termasuk menyiapkan foto-foto, dokumen beserta keterangannya.
  5. Eksplorasi perasaan ketika menulis.
  6. Rasa penggerak menuangkan memoar.

Bahan menulis memoar adalah fakta dan kenangan.

Resep menulis:

“ Menulis, jika dilakukan secara benar, tak ada bedanya dengan kegiatan bercakap-cakap” (Laurence Sterne 1713-1759, novelis Inggris).

Isak Dinesen, penulis Denmark menceritakan, awal mulanya cerita:  Mula-mula saya merasakan dorongan kuat untuk menulis sebuah cerita. Kemudian datanglah karakter-karakter, dan merekalah yang membangun cerita. Dari gerak karakter-karakter itu, munculah plot. Jika segalanya telah siap, tema, karakter dan bangunan cerita, maka Tuan plot akan datang.

Delapan Langkah menulis memoir oleh Linda Joy Myers:

  1. Memahami alasanmu menulis.
  2. Lakukan penelitian.
  3. Psikologi menulis memoar.
  4. Bagian gelap.
  5. Menyusun cerita lama.
  6. Terbitkan atau tidak terbitkan.
  7. Kedahsyatan menulis yang menyembuhkan.

Dari uraian mas Diyo, saya memahami bahwa ternyata ada Himpunan Penulis Memoar:

  1. National Association of Memoir Writers, USA. (Linda Joy Myers is the President)
  2. Komunitas Menulis Memoar, berkantor di Penerbit Diomedia, Surakarta.

Obrolan dilanjutkan dengan tanya jawab, sungguh mencengangkan dan mengharukan ternyata banyak teman yang selama ini banyak berkecimpung menulis ilmiah, ternyata ingin mulai menulis cerita ringan namun bisa menginspirasi pembacanya. Saya makin semangat, semoga sayapun ketularan bisa menulis…yang penting semangat dulu untuk memulai. Terimakasih teman-teman semua, semoga  pertemuan kita secara daring ini banyak manfaatnya.

Catatan: Karena keasyikan mendengar cerita mas Diyo, jadi lupa memotret.

Pindah Kost

$
0
0

Bogor nyaris tiap hari hujan. Sebetulnya kuliah di TP 1 (Tingkat Persiapan Pertama), hanya ada 6 (enam) mata kuliah. Tapi kalau mata kuliahnya tidak ada praktikum, selalu ada responsi. Praktis tiap hari masuk jam 7 sd 12.00 wib. Istirahat, kembali lagi jam 14.00 untuk praktikum.

Jarak dari kampus Baranangsiang ke daerah Sempur lumayan jauh, apalagi tidak dilewati bemo. Seringkali pulang praktikum, hujan, melalui jl. Otista (sekarang jl. Pajajaran) yang kiri kanannya pohon besar dan tajuknya rapat serta melengkung, berbatasan dengan Kebun Raya, membuat suasana tambah seram. Ditambah suara burung, terutama burung kelelawar yang jumlahnya ribuan dan rumahnya di pohon-pohon tua di Kebun Raya. Kondisi ini, ditambah bapak kost yang sering kawatir kalau saya pulang telat, membuat makin tidak nyaman. Setelah cari-cari info, ada tempat kost kosong di jl. Rumah Sakit II, persis di sebelah kampus IPB Baranangsiang. Bapak kost, om Hidir, mengajar di IPB sebagai dosen di Departemen Hama & Penyakit Tanaman.

Saya menulis surat pada ayah ibu, mohon ijin untuk pindah kost dengan mengemukakan alasannya. Dengan kost di dekat kampus, akan menghemat waktu, serta bisa belajar bersama dengan teman-teman yang rata-rata tempat kost nya di sekitar kampus. Ayah menjawab surat, sekaligus memberitahu bahwa ayah telah mengirim surat ke bapak kost di Sempur bahwa saya diijinkan pindah kost mendekati kampus. Di hari Minggu yang kebetulan cerah, saya carter delman untuk mengankat barang pindahan. Ya saat itu delman merupakan salah satu alat transportasi, jika kita ingin membawa barang yang cukup banyak dari satu tempat ke tempat lain. Kondisi kota Bogor yang naik turun, membuat delman merupakan pilihan yang lebih baik dibanding naik becak.

Saya sekamar bertiga, sebut saja Sri dan  Win (bukan nama sebenarnya), keduanya kuliah di Akademi Kimia Analis (AKA). Sri pintar main gitar dan suaranya bagus. Jika Sri dan Win sedang menyanyi, saya cuma menjadi pendengar. Di paviliun ada teman cowok, Kiki, yang satu angkatan dengan saya di Fak Pertanian.

Saya yang sebetulnya penakut, berharap kedua temanku cukup berani…harapan tinggal harapan. Jika habis nonton film yang agak horor, malamnya tempat tidur dipepetkan…mata susah banget diajak merem. Apalagi pepohonan di Bogor yang kalau malam sering bunyi siut-siut tertiup angin. Di halaman, depan jendela kamar ada pohon bougenville yang besar…indah jika sedang berbunga, tapi serem jika sedang hujan deras.

Berbatasan dengan pagar belakang tempat kost, adalah Rumah Sakit PMI. Kalau akhir pekan, pas hari hujan, dan ada kecelakaan di lintas Ciawi Puncak…bunyi sirene ambulan yang mondar mandir membikin miris. Kalau sudah begini, kami bertiga merasa ciut… agar rasa takut itu tak menular, kami bikin perjanjian, jika salah satu sedang ketakutan tak boleh cerita pada yang lain.

Suatu ketika, hujan dari siang tak berhenti-henti, rasa dingin menggigit. Kami mulai siap-siap tidur….Win yang ingin ke kamar mandi rupanya takut, padahal kamar mandi letaknya cuma persis dekat pintu keluar kamar. Karena sudah tidak kuat menahan…Win loncat dari tempat tidur dan lari terbirit-birit keluar. Saya yang kaget, dan Sri, langsung ikut melompat keluar kamar.. yang penting lari selagi bisa bergerak.

Om yg rupanya masih kerja di depan meja makan depan TV kaget…dan tanya “ada apa?” Kami yg ketakutan tidak bisa menjawab. Akhirnya om ikut melihat-lihat kamar, mengecek jendela yang masih  rapat terkunci….dan hanya bisa geleng-geleng kepala.

Jika Sri dan Win ke Jakarta, saya tidak berani tidur sendiri. Saya pindah nebeng kamar Nik (nenek, ibunya tante Hidir) yang tidur bersama  kedua cucunya (putra putri om Hidir yang masih kecil). Biar berdesakan, saya bisa tidur.

Lama-lama saya berani tidur di kamar sendiri asal ditemani Ferry, putra om Hidir yang berusia 4 (empat) tahun. Penakut ini terbawa sampai saya menikah….dan punya anak. Tapi akhirnya bisa beradaptasi setelah dipaksa  melalui kondisi yang tidak mungkin dibantu orang lain.

Obrolan Buku 11 Desember 2021: “Bahagia Bersama Cucu Tercinta”

$
0
0

Hari kedua sesi 4: Festival Memoar dan Memoaris Indonesia, 10-19 Desember 2021

Pada sesi ini, saya ditunjuk oleh penerbit Diomedia untuk menjadi moderator. Saat itu saya bertanya, “Pembicaranya siapa mas?” Mas Diyo menjawab, pembicaranya penulis dan peserta webinar mbak, yang semuanya merupakan anggota Komunitas Menulis Memoar. Saya belum bisa membayangkan, seperti apa ya acaranya, jadi supaya saya tidak bingung mulai dari mana, saya mulai googling mencari apa sih yang dimaksud dengan parenting itu? Saya pikir, daripada saya bingung mengawalinya, saya mulai membuat slide 10 lembar, terus saya kirim melalui email pada mas Diyo untuk dikoreksi. Ternyata mas Diyo menerima dengan senang hati…..minimal saya punya gambaran sedikit tentang ilmu parenting, walau sebetulnya sejak punya anak usia 10 tahun, saya sering berhubungan dengan psikolog anak, karena ayah ibu sudah tidak ada, daripada salah melakukan pola asuh kepada anak, lebih baik bertanya pada ahlinya.

Moderator

Sehari sebelum acara, saya bertanya pada mas Diyo, siapa saja penulis buku “Bahagia Bersama Cucu Tercinta”, dan saat membaca Curriculum Vitae para penulis, saya langsung terhenyak. Matilah saya, penulisnya banyak yang pintar-pintar dan tentunya lebih berpengalaman dibanding saya. “Tidak masalah”, saya menyemangati diri sendiri, toh ini adalah ajang sharing pengalaman, saya bahkan akan banyak menimba pengalaman dari beliau-beliau ini.

Acara pada hari Sabtu malam ini dimulai sejak jam 19.30 sampai dengan jam 21.30 wib…. ternyata berjalan meriah dan seru. Saya benar-benar terharu dengan semangat berbagi teman-teman, bahkan bu Dewi Odjar yang mempunyai latar belakang sebagai psikolog dan telah menerbitkan beberapa buku antologi dan buku tunggal, banyak memberikan inspirasi bagi kami semua. Kekhawatiran saya ternyata tidak perlu, kami saling berbagi.  Komentar tidak hanya dari para peserta yang sudah punya cucu, pengalaman mbak Retty sebagai ibu, yang mengamati bagaimana mamanya dalam berinteraksi dengan cucunya menarik untuk disimak. Pengalaman peserta dari Kanada, yang terpaksa bangun dini hari untuk sekedar mendengarkan acara ini sungguh menyejukkan, mbak Wieda juga berbagi bagaimana dia memperlakukan cucu dari kakaknya sebagai teman, dan para cucu ini memanggilnya “Nana” (nena=Nenek, dari bahasa Inggris UK, dan Nana dari panggilan nenek di Kanada). Cucu bu Dewi Odjar memanggil mayang (berasal dari mama dan eyang) serta Kiki (aki) untuk kakeknya. Cucu pak Iswandi Anas Chaniago, yang sering dipanggil IAC, memanggil kakeknya grandpa atau GP.

Sebagian peserta webinar

Secara ringkas, saya membuat ringkasan diskusi pada webinar “Bahagia Bersama Cucu Tercinta”, sebagai berikut:

Moderator memaparkan, bahwa saat anaknya kecil, seorang psikolog pernah berpesan “anak tidak terlalu mendengarkan, namun mudah mencontoh perilaku orang di sekitarnya. Pesan ini  membuat para orangtua dalam menjaga buah hatinya harus berhati-hati dalam berperilaku, karena cucu sangat mudah mencontoh perilaku orang di sekitarnya. Dari slide pola pengasuhan anak, kunci pengasuhan yang penting adalah: hangat dan dekat, konsisten dan jangan berjarak. Kakek nenek dan orangtua anak, ada risiko terjadi perbedaan perilaku salam menerapkan pola asuh, namun hal tersebut harus disikapi secara bijaksana. Pada dasarnya kakek nenek dan orang tua sama-sama menyayangi buah hati. Diperlukan komunikasi yang baik antara orangtua dan kakek nenek, agar pola pengasuhan terhadap cucu dapat berjalan lancar dan menyenangkan bagi cucu.

Ibu Dewi Odjar, berasal dari extended family, kakek neneknya berasal dari Sumatra Barat dan Jawa Barat. Akibatnya anak-anak sejak kecil telah dikenalkan terhadap toleransi. Walau tinggal di keluarga besar, namun masing-masing keluarga mempunyai privacy, ada perbedaan dalam role model, namun perbedaan tersbut bisa disiasati dengan cara berkomunikasi yang baik. Masalah timbul, apabila yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan sehingga menimbulkan gap. Jika hal ini tidak dikomunikasikan akan menimbulkan friksi. Perbedaan ini biasanya diselesaikan dengan dibahas secara santai pada saat makan diseling gurauan.

Kakek nenek sepakat, jika cucu sedang dimarahi oleh orangtuanya, langsung masuk kamar, tidak ikut campur, harus menahan perasaan tidak tega, karena itu merupakan tanggung jawab orangtua terhadap anaknya. Di dalam keluarga, kakek nenek tidak banyak memberi nasihat, namun lebih banyak bertanya. Bu Dewi Odjar, sebagai baby boomers, cara pandang dan pola pikirnya sangat berbeda dengan kaum milenial, zelenial, alpha, sehingga prinsipnya justru kita yang harus menyesuaikan diri. Era sekarang, anak-anak tidak jauh dari gadget, agar bisa mengobrol dengan mereka, kakek nenek harus bisa berimprovisasi melakukan kegiatan kegiatan yang disenangi oleh generasi cucunya ini. Nenek bisa bertanya pada cucunya, apa sih asyiknya main game? Cucu yang merasa diperhatikan akan bercerita banyak dan mau diajak diskusi.

Bu Dewi bercerita, suatu ketika melihat dari acara yang ditayangkan TV, nenek yang usianya di atas 100 tahun masih berolah raga, dan berkomentar…”Mungkin itu memang passionnya ya.” Cucu bertanya, “Apa yang dimaksud dengan passion?” Nenek menjawab, “Passion itu jika kamu suka dan kamu bisa melakukannya.” Cucu menjawab, “Aku suka masak, nanti mau jadi chef.” Terjadilah diskusi apa profesi chef, kesenangan memasak bisa untuk dinikmati sendiri, namun jika bisa dijual, akan menjadi sebuah profesi.

Bu Dewi Odjar

Diceritakan juga, terjadi perbedaan penanganan pada saat anak sakit. Jika waktu dulu, ada anak sakit akan diselimuti agar badannya hangat. Namun sekarang justru tidak boleh diberi selimut. Jika panas, tidak boleh langsung diberi tempra, namun diukur dulu panasnya menggunakan thermometer, jika telah melewati 37,5 derajat baru boleh diberi penurun panas.

Pak Mimbar, menceritakan pengalaman sebagai seorang kakek dengan gaya khasnya. Saat cucu ketiganya lahir, ibunya ikut grup ibu-ibu menyusui. Banyak membeli dan membaca tentang buku parenting.

Pak Mimbar yang terbiasa hidup secara alamiah berkomentar, “ini bapak ibu kok mengunyah buku-buku kayak ayam leghorn, kan kita ayam kampung.”





Pak Mimbar Bambang Saputra

Saat anak belum tumbuh gigi, orangtua heboh. Begitu juga saat belum bisa ngomong sesuai umur yang ditulis di buku, ayah ibu si anak sangat heboh. Kakek menanggapi dengan santai, “kakek neneknya cerewet, lha masak cucunya tidak bisa ngomong.” Namun pak Mimbar sepakat dengan pendapat bu Dewi Odjar, jika anak sedang dimarahi orangtuanya, lebih baik masuk kamar karena tidak tega mendengarnya. Anak juga tidak mau direpotkan dengan upacara tujuh bulanan. Saat mendapat kiriman nasi kuning dari tantenya, malah komentar, “kenapa mesti ada nasi kuning?”.

Prof Iswandi Anas Chaniago

Pak Iswandi Anas Chaniago, menceritakan bahwa dalam keluarganya tidak pernah mengikuti aturan baku, semua berjalan dengan sendirinya. Ada cucu yang tinggal satu rumah dengan kakek nenek karena kedua orangtuanya bekerja, hanya punya waktu pada akhir pekan. Privacy tetap dijaga, anak cucu tinggal di lantai satu, sedang kakek dan nenek di lantai dua. Kakek nenek mengamati perkembangan cucu, semua berjalan wajar dan tidak mengikuti aturan di buku parenting.

Adanya cucu, membuat kakek nenek merasa seperti kembali punya anak kecil. Cucu tidak manja, sering diajak mengunjungi para petani jika kakek ada tugas.Pada usia 3-4 tahun cucu senang jika diajak ke mana-mana dan sering menunjukkan kebolehannya. Makin bertambah usianya, kesempatan cucu untuk mau diajak semakin berkurang, karena lebih suka bergaul dengan teman-temannya, melalui gadget. Orang tua cucu menggunakan kesempatan di akhir pekan untuk melakukan kegiatan bersama, seperti kamping, agar bisa lebih dekat dengan anak-anak.

Ibu Diah Wulan Basarati

Ibu Diah Wulan. Cucu ibu Diah Wulan berumur 4 (empat) tahun dan hampir satu tahun. Rasanya bahagia sekali mempunyai cucu. Saat cucu pertama diminta memimpin teman-temannya membaca surat Al Fatihah, kakek nenek merasa bangga sekali. Masalah yang lain belum mempunyai pengalaman karena cucu masih kecil-kecil.

Ibu Stella Martina Sundah. Mempunyai anak tiga orang, laki-laki semua. Cucu ada 4 (empat) orang, perempuan semua, ada yang kembar. Sungguh menyenangkan punya cucu kembar. Anak mantu dan cucu pernah tinggal satu rumah sebelum mempunyai rumah sendiri. Pada saat itu sering jalan-jalan, renang dan melakukan kegiatan bersama. Kadang terjadi gesekan dengan menantu, karena tidak setuju anaknya diajak makan di KFC. Gesekan ini karena cara melakukan pola asuh yang berbeda, namun tidak berlangsung lama.

Bu Ninik Darwinto

Ibu Ninik Darwinto. Kenangan bersma cucu sangat banyak. Menantu perempuan bekerja di kantor, sehingga nenek mempunyai kesempatan untuk lebih dekat dengan cucu. Pola asuh anak sekarang dengan pola asuh saat nenek dulu sangat berbeda, jadi kalau cucu dimarahi, kakek nenek akan sembunyi. Hal ini membuat nenek sedih, namun suami menguatkan dengan mengatakan.” Cucumu itu bukan anakmu. Itu merupakan tanggung jawab orangtuanya, kita tidak boleh ikut campur.”

Pada saat Diomedia meminta bu Ninik menulis memoar tentang cucu, muncul pertanyaan-pertanyaan. Apa yang perlu ditulis? Menulisnya harus adil, karena walaupun sekarang cucu masih kecil, namun jika yang ditulis hanya cerita kakaknya, saat adik membaca nanti, akan merasakan bahwa nenek kurang adil. Hal ini membuat bu Ninik berusaha menuliskan cerita tentang cucu secara adil.

Saat cucu masih kecil cucu senang diajak, sangat mudah untuk menyenangkan cucu. Setelah cucu makin besar, nenek harus tahu diri, karena justru nenek yang harus banyak belajar dari cucu. Sekarang, mereka senang menyendiri bersama gadget, atau mengobrol dan bercanda bersama teman. Bu Ninik menyadari, termasuk nenek yang memanjakan cucu. Aturannya, cucu dilarang makan di kamar, serta makan harus sendiri. Namun saat ibunya bekerja, nenek tidak tega saat melihat cucu yang baru datang dari sekolah, terlihat lelah dan lapar. Saat sedang menyuapi cucu, terdengar mobil masuk ke halaman dari kamar… nenek buru-buru mengajak cucu keluar kamar, ternyata ibunya cucu telah ada di depan pintu.Pak Sidosolo. Belum bisa ikut cerita, hanya ikut menyimak, karena mempunyai putri 3 (tiga) orang, semuanya belum menikah. Semoga nanti jika putrinya menikah bisa segera merasakan punya cucu, seperti yang diceritakan bapak ibu semua.

Mbak Retty N. Hakim. Mami (ibunya mbak Retty) mempunyai komitmen, jika anaknya sudah mengatakan tidak boleh, mami akan mengikuti. Namun ada keluarga mami, yang tinggal bersama di rumah mami, sering mempunyai pandangan berbeda. Cucu juga tahu dimana ada tempat uang. Jika opa mengajak jalan-jalan, walau sudah remaja, cucu akan senang sekali. Jalan-jalan bersama opa, berarti cucu akan bebas meminta apa-apa yang diinginkannya. Mami paling dekat dengan cucu dari putrinya, mbak Retty N. Hakim, walau tidak bekerja full time, namun jika mbak Retty ada acara jalan-jalan ke museum, anak-anak akan dititipkan pada nenek. Dalam buku “Bahagia Bersama Cucu Tercinta”, nenek menceritakan keenam cucunya semua, agar merasa adil.

Mbak Wieda, Kanada. Sebetulnya tidak punya cucu dan tidak punya anak. Namun cucu-cucu dari kakaknya sangat dekat dekat dengan mbak Wieda dan menganggapnya teman. Para cucu dari kakaknya ini memanggilnya Nana. Para cucu ini mudah cerita, mereka menyatakan bahwa, “Nana lebih cool dibanding ibu saya. Kakak bu Wieda komentar, “Mbak Wied memanjakan anak-anak, apapun dikasih, kecuali patri dan abu gosok.”

Jika Mbak Wieda pulang ke Semarang, para cucu ini, termasuk anak para tetangga, diajari memasak. Mbak Wieda ini pintar memasak, saat awal pindah ke Kanada mengikuti suami, hampir setiap hari menelpon ibu di Semarang untuk belajar memasak, menanyakan bumbu yang akan dimasak melalui telepon. Kakak mbak Wieda dan para putranya juga pinter masak, sekarang dari hasil memasak, selain hobi bisa menjadi tambahan penghasilan, karena hasil berjualan kue dan masakannya laris.

Cucu keponakan mbak Wieda sekarang ada yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri dengan jalur bidik misi. Nana memacu kita untuk terus belajar agar bisa melihat dunia, jadi anak-anak ini rajin belajar agar bisa mengejar mimpinya.

Bu Dewi Odjar menanggapi, bahwa jika cucu bisa diajak sebagai teman, sebetulnya karena mereka ingin didengar. Mereka juga ingin tahu hal-hal baru. Mbak Wieda tinggal di Kanada, sehingga tidak merasa ada beban. Anak-anak senang karena bisa mendengar dan mengobrol apa saja tanpa khawatir. Saat di Fakultas Psikologi, bu Dewi diajarkan, anak yang lahir ke dunia diibaratkan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah Tabularasa. Pada kenyataannya, manusia lahir telah mempunyai kecerdasan emosional dan spiritual. Anak-anak bukanlah ember kosong.

Yang dilaksanakan mbak Wieda, anak-anak perlu dinyalakan semangatnya. Dunia sekarang terbuka dan banyak inspirasi-inspirasi. Pertanyaan cucu saya tentang passion membuat saya membaca tentang ikagai (istilah dari bahasa Jepang untuk menjelaskan kesenangan dan makna kehidupan). Jika bertemu dengan anak-anak, saya akan bertanya,”Apa yang ingin kamu buat?” Bukan mau menjadi apa dan mau kerja dimana?

Saat ini bu Dewi Odjar banyak menangani coaching anak-anak milenial yang cara pemikirannya jauh berbeda. Jadi kita jangan memakai sepatu lama, jangan pula menutup diri, tetapi kita mempunyai wisdom. Di New Zealand, semua anak pembelajarannya dititik beratkan pada karakter. Seperti, mengucapkan: terima kasih, memberi salam dan meminta tolong. Tiga hal ini sangat universal, jika bisa melakukan tiga hal ini, merupakan bekal yang bagus untuk anak-anak menghadapi masa depan.

Pak Iswandi menceritakan, bahwa pujian juga diperlukan bagi orang dewasa.  Pak Iswandi saat kuliah di Belgia, mendapatkan pembimbing yang sering membuat semangatnya meningkat dengan memberi pujian. Saat mulai bergabung dengan Diomedia, pujian teman bahwa tulisannya mulai bagus, sangat membesarkan hatinya.

Mas Ngadiyo juga menceritakan, bagaimana cara menghadapi anak-anak yang magang di Diomedia. Mas Ngadiyo memulai dengan pertanyaan kepada anak-anak magang, apa yang diinginkan? Banyak dari anak-anak ini yang ingin menjadi youtuber, content creator, karena bekerja di media saat ini kesempatannya untuk berhasil sangat luas, karena dibutuhkan anak-anak muda yang kreatif. Dalam rangka Festival Memoar ini, mas Ngadiyo menggerakkan anak-anak muda untuk bahu membahu sejak membuat poster, mengatur jadual, membagi siapa-siapa yang akan mengatur jalannya acara dengan menjadi MC dan siapa yang berada di balik layar.

Bu Dewi Odjar merupakan orang yang berada di balik layar dalam mempopulerkan Standar Nasional Indonesia (SNI)  dalam proses pemakaian helm. Saat itu bu Dewi Odjar baru saja bergabung di Badan Standar Nasional, mendapat tugas untuk melakukan upaya agar SNI dalam sosialisasi pemakaian helm berjalan lancar. Undang-undang Lalu Lintas disahkan pada tahun 2009 dan diberlakukan sejak tahun 2010, dalam undang-undang jelas dinyatakan bahwa pengendara sepeda motor wajib memakai helm sesuai SNI. Padahal sejak tahun 90 an telah berseliweran pengendara sepeda motor menggunakan helm dengan berbagai merk.

Bu Dewi terinspirasi dari acara memasak oleh Rudy Choirudin, yang menayangkan proses memasak sejak dari pemilihan bahan, bagaimana proses memasak, kemudian penyajiannya. Saat pengujian helm yang menggunakan 9 (sembilan) parameter, yang ditayangkan melalui video, antara lain: helm SNI tahan dari benturan (uji penerapan kejut), uji penetrasi, uji efektivitas sistem penahan dan sebagainya. Dilakukan touring uji helm SNI dari Bali ke Jakarta. Bu Dewi Odjar bekerja sama dengan para bickers, komunitas dan polisi lalu lintas, agar para pengendara makin mengenal kegunaan memakai helm SNI. Juga dilaksanakan trade in, orang bisa menukar helm lama dengan hem baru berlabel SNI tanpa membayar.

“Sebetulnya apa arti Odjar?”, tanya mbak Retty N. Hakim, di akhir webinar. Odjar adalah singkatan dari Optimalkan Diri Dengan Terus Belajar, merupakan judul buku tunggal dari bu Dewi Odjar.

Obrolan Buku 13 Desember 2021- “Kyaiku dan Hidupku: Memoar Keteladanan Berakhlak dan Berilmu”

$
0
0

Buku ini berisi tulisan 19 memoaris. Sebagai moderator kali ini adalah gus M. Badruz Zaman, yang telah menerbitkan buku “Potret Moderasi Pesantren”. Gus Badruz mengemukakan, dalam perkembangan ilmu pendidikan dan pengajaran, saat ini telah banyak beredar buku-buku tentang cara belajar, buku psikologi belajar, sehingga sosok guru agak berkurang peranannya. Sistim pendidikan berkembang makin besar dan kompleks. Namun hal ini, berbeda antara cara santri dalam menghadapi gurunya, dengan mahasiswa menghadapi pembimbingnya. Cara penghormatan santri, dikenal dengan istilah taqdim, yang berarti mendahulukan kepentingan guru masih lekat di pesantren. Kemungkinan, karena hal ini disebabkan di universitas umum lebih banyak diajarkan tentang ilmu, sedang di pesantren lebih banyak diajarkan tentang taqdim.

Selanjutnya ustadz Ali Azhar, founder @catatan_azhar, penulis yang telah menerbitkan buku motivasi tentang Islam,  memberikan tausiah sekitar 10 menit, singkat tetapi padat dan sangat bermakna. Tausiah ustadz Ali Azhar sebagai berikut:

Cover Buku “Kyaiku & Hidupku”

Seiring berkembangnya agama Islam di Nusantara, maka hampir di setiap daerah pasti ada pemuka agamanya. Para pemuka agama tersebut disebut dengan: a. Kyai (Jawa), b. Ajengan (Sunda), c. Buya (Sumbar), Teungku (Aceh), Bendoro (Madura) dan Tuan Guru (Kalimantan). Sebutan untuk Kyai sangat beragam.

Seorang ulama besar asal Rembang, yaitu KH Musthofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus,  mendefinisikan bahwa kyai adalah mereka yang memandang umat dengan kacamata kasih sayang. Definisi ini memang sederhana, tetapi begitulah kyai yang seharusnya. Mereka berdakwah dengan cara mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, mendidik bukan menghardik, membina bukan menghina dan mampu menyikapi argumen dengan sentuhan. Itulah Kyai. Kemampuan memandang umat dengan penuh kasih sayang, menjadikan para kyai sangat fleksibel di masyarakat. Fleksibel di sini dalam arti keluwesan para kyai bisa kita jumpai dimana-mana.

Maka ada beberapa istilah:

  1. Kyai Tandur– kyai yang mengasuh pondok pesantren dan ngopeni para santri, menanamkan ilmu dan budi pekerti dengan penuh kasih sayang dari lubuk hati.
  2. Kyai Tutur– yaitu kyai yang pinter nutur-nutur/dakwah. Melalui lisannya, mereka berdakwah dari masjid ke masjid, dari podium ke podium, dari daerah ke daerah, di tengah masyarakat luas. Kyai ini disebut juga Mubaligh atau Dai.
  3. Kyai Sembur-yaitu kyai yang bisa menyemburkan solusi-solusi bagi setiap permasalahan, sehingga menjadi rujukan bagi orang-orang yang berkonsultasi. Mungkin kalau di desa-desa, Kyai Sembur itu semacam kyai ahli suwuk atau ahli hikmah, tetapi mereka bukan dukun.
  4. Kyai Catur-yaitu kyai yang terjun ke dunia percaturan politik. Mereka berpolitik bukan untuk mencari popularitas, akan tetapi semata-mata mengawal peraturan agar tetap senada dan seirama dengan kemaslahatan masyarakat.
  5. Kyai Wuwur– yaitu kyai yang menjadi rujukan hukum oleh para kyai lainnya. Mereka adalah ahli fatwa, referensi hukum Islam yang berjalan dan pengayom umat.

Kemudian Ustadz Ali Azhar melantunkan syair, yang dikenal sebagai singiran. Singiran kebanyakan berisi tentang nasihat-nasihat keislaman yang dilagukan. Dan yang membuat saya tercengang, rupanya singiran yang dilagukan oleh Ustadz Ali Azhar berbahasa Sunda, seperti saya kutip di bawah ini:

Sila anu kalima    # Keadilan sosial na

Rata ka miskin faqirna    # Ngarasa subur makmur na

Rakyat hirup subur makmur   # Ka Pangeran loba syukur

Sakabeh pemimpin jujur    # Jauh tina lampah lajur

Jadi lamun Pancasila    # Diamalken nyata-nyata

Nagara aman santosa    # Jauh tina huru hara

Di nagara Pancasila    # Agama Islam nu mulya

Hidup subur laluasa    # Teu aya harunganana

Bebas teu aya batasna    # Ngajalan keun syari’atna

Bebas da’wah jeung tabligna    # Teu aya halangana

Lamun aya nu ngahalang    # Kana kamajuan Islam

Peta kitu jelas terang    # Anti Pancasila memang

Eta musuh Pancasila   #Nu dicela ku nagara

Buku Kyaiku dan Hidupku merupakan sebuah memoir keteladanan berakhlak dan berilmu yang berisi himpunan tulisan 19 memoaris Indonesia. Rangkai demi rangkai pengalaman yang diukir dengan indah oleh masing-masing penulisnya membuat kita betah membaca buku ini. Para penulis mencoba memutar slide-slide kenangan bersama para kyai, ibu nyai, ustadz dan ustadzah mereka. Kita para santri memang harus memuliakan para kyai. Kenapa? Alasan indahnya teruntai dalam bait syair kitab Alala”

“Dene guru iku wong kang ngitik-itik nyowo. Dene nyowo iku den srupa ‘ke koyo suco”

Kyai adalah orangtua yang mendidik rohani kita, sedang rohani kita sangat berharga bagaikan mutiara.

Baginda Nabi Muhammad saw bersabda

“Orangtua ada tiga: Yang pertama, orangtua jasmani yakni yang mengandung, melahirkan dan mengasuhmu. Yang kedua, mertua yakni orangtua yang dengan ihklas menikahkan anaknya dengan dirimu. Dan yang ketiga adalah para guru/kyai yang mengajarkan ilmunya kepadamu. Itulah sebaik-baiknya orangtua.”

Maka, berbesar hatilah kita, semoga dengan diterbitkannya buku Kyaiku ini menjadi amal jariyah bagi kita sekaligus bukti kecintaan kita kepada para kyai. Karena termasuk bukti cinta adalah selalu ingat kepada orang yang dicintai. Kata cinta kepada para kyai artinya kita tidak akan pernah melupakan jasa-jasa nya dan rekam jejak kyai kita akan abadi di dalam buku ini.

Ustadz Ali Azkar melagukannya dengan jernih. Semoga setiap penulis yang menyumbangkan tulisan pada buku “Kyaiku dam Hidupku” mendapat berkah dari Allah swt. Aamin. (Tulisan dikutip dari bahan tausiah Ustadz Ali Azhar).

Selanjutnya diadakan diskusi dengan para memoaris, masing-masing penulis menceritakan prosesnya saat menulis, apa yang dirasakan saat melakukan proses menulis, dan latar belakang kenapa tulisan tersebut dipilih. Diskusi ini sangat menyenangkan, apalagi gus Badruz sebagai moderator sangat piawai mengarahkan diskusi menjadi ajang pembelajaran yang menarik. Apalagi bagi saya, yang bukan berasal dari kalangan pesantren, diskusi ini membuka wawasan saya untuk lebih mengenal pesantren. Tanggapan gus Badruz atas tulisan saya menyejukkan hati, karena sebetulnya tidak ada kata terlambat untuk belajar. Saya sungguh bersyukur dikaruniai usia yang memungkinkan saya  untuk terus belajar memahami Islam.

Terimakasih Diomedia yang telah menyelenggarakan festival memoir dengan moderator dan pembicara yang bagus. Hasil diskusi malam ini sungguh meresap di hati.






A678+++: Reuni Ostilus 50 tahun

$
0
0

Sebetulnya rencana reuni yang ke 50 tahun Ostilus sudah digadang-gadang sejak lama. Apa boleh buat covid-19 nya nggak pergi-pergi. Akibatnya teman-teman panitia mengagendakan reuni dilaksanakan melalui zoom. Mungkin ada yang bertanya-tanya, mengapa sih ada angka A678 ditambah +++ dan apa siapa Ostilus itu?

Tahun 70 an (entah lupa sampai kapan), Institut Pertanian Bogor (IPB) mempunyai 6 Fakultas, yang setiap Fakultas diberi kode huruf besar. A=Fakultas Pertanian, B=Fakultas Kedokteran Hewan, C=Fakultas Perikanan, D=Fakultas Peternakan, E=Fakultas Kehutanan, dan F=Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian. Pada saat itu kuliah di IPB melalui program enam tahun dan sistem gugur. Sebelum melakukan penelitian yang serius di lapangan, kami harus melakukan penelitian pendahuluan, yang nanti harus diuji di seminar, apabila lulus baru dipersiapkan untuk penelitian yang sebenanrnya, yang memerlukan waktu setidaknya satu tahun. Maklum, saat itu lulusan IPB diharapkan menjadi peneliti atau dosen.

Angkatan A6 adalah mahasiswa yang masuk pada tahun 69, A7 masuk tahun 1970 dan A8 masuk tahun 1971. Angkatan 8 ini merupakan angkatan terakhir sistim 6 (enam) tahun, karena sejak angkatan 9 (masuk tahun 1972), IPB berganti dengan sistim 4 (empat) tahun karena tidak semua lulusan IPB bekerja di bidang pertanian dan sebagai peneliti. Akibat kuliah yang lama ini, apalagi kami sering harus menginap di kebun, melakukan penelitian, kami menjadi sangat akrab. Lama-lama keakraban A678 ini mengundang senior ikut bergabung, jadi akhirnya namanya ditambah dengan +++.

Awal 2021 ini, A 8 yang nama angkatan mapramnya Ostilus (Tepos, Centil, Rakus) merayakan ulang tahun ke-50 tahun. Biasanya perayaan ulang tahun dirayakan dengan meriah, bersama suami, istri serta anak cucu menantu, namun karena masih ada risiko virus, kami merayakan melalui zoom, yang ternyata tidak kalah hebohnya.

Senang sekali saat lebih dari 40 orang yang bisa bergabung, termasuk dua teman yang tinggal di Malaysia, dua teman yang tinggal di Amerika Serikat, kemudian dari berbagai kota di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Ambon. Seru dan lucu melihat wajah teman-teman yang setelah sekian puluh tahun baru bertemu kembali. Setelah panitia mengabsen satu persatu anggota yang hadir, biar kita ingat lagi wajahnya sekarang seperti apa, kami memulai acara dengan menyanyikan lagu hymne IPB….rasanya terharu, sedih, dan bangga. Hymne yang telah menyatukan kami belajar, bercanda selama belajar di Bogor, terkenang saat praktikum bersama, kuliah lapangan, juga penelitian.

Kebetulan tanggal 14 Desember ini bertepatan dengan ulang tahun bunda Rini, senior kita yang saat masuk kuliah namanya masih Fakultas Pertanian UI, karena IPB baru lahir tahun 1963. Kami semua menyanyikan lagi ulang tahun untuk bunda Rini, semoga beliau sehat-sehat selalu. Bunda Rini selalu menyertai semua kegiatan A678, bahkan saat jalan-jalan ke kota tua di Bogor….kami menyusuri jalanan di kota tua Bogor ini, sambil sesekali istirahat untuk difoto, maklum kaki tidak kuat jika terus berjalan tanpa berhenti.

Foto-foto kenangan saat mapram, saat A678+++ jalan-jalan sungguh mengingatkan akan kenangan kami bersama. Juga tayangan foto-foto dari teman yang sudah mendahului kita, semoga semua mendapat tempat terbaik di sisi Nya. Acara reuni ini sekaligus merupakan lauching foto/album kenangan dari A678+++.

Sungguh kenangan yang tidak terlupakan, walaupun melalui zoom kami merasa dipersatukan, semoga tetap guyup rukun selamanya.

Sebagian peserta
Kang Ayi Hamim Wigena memimpin doa bersama
Foto rame-rame, tim panitia siap dari Puslitbangnak, Jl. Pajajaran, Bogor.
Ayoo kita senam 10 menit, bisa sambil duduk, biar semua sehat.




Sebagian alumni
Mengiringi menyanyi Hymne IPB

Obrolan Buku 14 Desember 2021: Menjadi Pribadi Transformatif dan Inspiratif

$
0
0

Kali ini, diskusi yang diadakan pada hari Selasa malam, dengan moderator mbak Rias Nurdiana, yang telah menulis beberapa buku antologi. Menulis memoar merupakan “self healing“. Saya ikut bergabung agak terlambat, jadi akan saya tulis apa yang saya ikuti sejak bergabung.

Menjadi Pribadi Transformatif dan Inspiratif

Pada obrolan malam ini, mbak Rias Nurdiana memberikan kesempatan pada penulis untuk menceritakan proses menulisnya, bagaimana perasaannya setelah tulisan tersebut selesai, apakah ada rasa lega, rasa nyaman seperti telah mengeluarkan uneg-uneg. Tulisan tentu saja tidak semata-mata mengeluarkan uneg-uneg, namun dipilih bagian-bagian yang bisa memberikan inspirasi pada para pembaca, serta melonggarkan perasaan. Istilah anak bungsu saya, agar kepala kita tidak berat dan menjadi lebih enteng.

Mbak Min Adadiyah menulis tentang menjadi seorang ibu. Mbak Min menceritakan proses penulisannya, bagaimana awalnya dia gamang ketika harus bekerja di luar rumah, apakah tetap bisa dekat dengan keluarganya. Apakah bisa membagi waktu? Pada kenyataannya tidak ada yang perlu dikhawatirkan apalagi keluarga memberikan support.

Sedangkan bu Ninik menceritakan, bahwa kita harus sumeleh. Agar kita bisa membahagiakan orang lain, kita harus mencintai diri sendiri. Saat bekerja, bu Ninik merasa sangat sibuk di kantor, sehingga kurang memperhatikan keluarga. Setelah pensiun, ingin fokus pada keluarga, namun ternyata ditawari untuk bekerja kembali. Bu Ninik menyadari, tidak mungkin bisa memikirkan keduanya, karena jika telah bekerja harus fokus pada apa yang telah disetujuinya. Pada akhirnya, bu Ninik memilih untuk mengundurkan diri.

Namun, dalam perjalanannya, bu Ninik sangat sibuk memikirkan keluarga sehingga merasa terabaikan. Merasa ada yang kurang. Kemudian ikut grup sumeleh, di sini diajarkan, perlu mencintai/menyayangi diri sendiri, agar bisa mencintai dan menyayangi orang lain. Mas Diyo menambahkan…..jangan seperti lilin yang meleleh, namun seperti pembawa obor, yang harus kuat membawa obor untuk menerangi sekitarnya.

Bu Nova menceritakan hal yang menarik bagaimana awalnya belajar membaca Al Qur’an. Awalnya merasa sulit dan tidak bisa membayangkan, bisa membaca tulisan huruf Arab. Kebetulan ada guru muda yang baru bergabung ke Bapekis di perusahaan, menawari untuk mengajar mengaji. Awalnya agak ogah-ogah an, namun kemudian terketuk hatinya. Yang sulit adalah mencari partner, teman yang mau belajar mengaji dari awal. Akhirnya ketemu dengan seniornya, guru mengaji menyatakan, kalau ingin bisa membaca Al Qur’an harus belajar mengaji setiap hari. Sejak itu setiap istirahat, bu Nova dan temannya cepat-cepat makan siang, kemudian belajar mengaji berdua dengan didampingi oleh guru ngaji.

Pada suatu saat, atasan bu Nova bertanya, apakah tidak ingin naik haji? Bu Nova yang merasa belum siap, mengatakan belum mampu. Setelah didesak atasannya, apa sebenarnya alasannya, akhirnya atasan ini bersedia membiayai untuk pergi haji. Hal ini membuat bu Nova semangat, agar bisa khatam Al Qur’an sebelum pergi haji.

Pak Iswandi atau akrab dipanggil IAC menceritakan kehebatan ibunya sebagai bunda kanduang. Masa kecilnya dilalui dengan sulit karena saat itu sedang ada perang saudara. Namun ibu IAC terus menyemangati agar tetap belajar dan bersekolah setinggi mungkin. Ayah IAC termasuk bangsawan. Bagi orang Payakumbuh, ada risiko punya suami bangsawan, karena banyak yang ingin menjadi istri bangsawan untuk meningkatkan derajatnya, walaupun menjadi istri kedua, ketiga maupun keempat. Adat di Payakumbuh, laki-laki bisa dilamar oleh pihak perempuan, atau istilahnya dijemput. Kehebatan ibu IAC adalah saat suami dijemput oleh keluarga perempuan, tetap bisa berdamai walau suaminya mempunyai istri empat. Hal yang akan sulit dilakukan oleh seorang perempuan secara umum jika suami mendua.

Mbak Clara Vee (nama samaran) menceritakan bagaimana dia mengatasi ketakutannya belajar menyopir. Bahkan suaminya trauma untuk menyopir karena pernah kecelakaan, sehingga kemana-mana diantar oleh sopir keluarga. Namun lama-lama Clara Vee berpikir, kalau terjadi keadaan darurat akan sulit jika harus memanggil sopir yang perlu waktu untuk datang ke rumah. Kondisi ini membuat Clara Fee memaksa dan menguatkan diri untuk belajar menyetir. Seru sekali mendengar kisahnya… perjalanan menyetir sendiri dilakukan saat kakeknya sakit, dan Clara Vee menyetir sendirian dari Depok ke rumahnya di Sumatra Barat. Kondisi mendesak lain adalah saat mendadak sopir tidak bisa datang saat ada acara di sekolah anaknya. Dengan nekat Clara Vee memberanikan diri menyetir dengan membawa teman dan anak-anak pergi pulang Jakarta-Bandung.

Diskusi malam ini berlangsung seru, beberapa peserta saling menanggapi. Kemudian pak Denny Micky Hidayat membacakan puisi…puisi ini baru ditulis sambil mendengarkan kami berdiskusi…betapa hebatnya. Pembacaan puisi ini diikuti mbak Surtini Hadi yang membacakan puisinya. Tidak semua penulis mendapat kesempatkan menceritakan proses menulisnya, karena waktu juga yang membatasi. Diskusi ini menambah ilmu bagi saya.

Obrolan Buku 15 Desember 2021: Titik Terendah dalam Hidupku

$
0
0

Pembahasan buku tentang “Titik Terendah dalam Hidupku” ini dipandu oleh mas Agus Yulian. Setelah memperkenalkan diri, mas Agus menceritakan kisahnya sendiri, bagaimana saat benar-benar berada di titik terendah dalam kehidupannya. Mas Agus saat itu bersama teman-temannya naik kendaraan menuju Pacitan. Acara selama di Pacitan berlangsung lancar, namun dalam perjalanan pulang mendapat kecelakaan, mobil yang ditumpangi 8 (delapan) orang terguling, beberapa kali berputar dan berhenti dengan kondisi terbalik. Saat itu sopir mencoba menghindari masuk jurang dengan membanting setir.

Mas Agus yang masih sadar, entah kenapa bisa membuka pintu mobil yang terbalik itu dan membangunkan teman-temannya agar segera keluar, khawatir mobil akan meledak. Saat itu, kepala mas Agus dalam kondisi berlumuran darah, sedang teman-teman lainnya tidak mendapatkan luka yang berarti, hanya sopir yang kakinya keseleo. Melihat luka yang parah tersebut, mas Agus segera dibawa ke rumah sakit, namun sayang rumah sakit terdekat tidak bisa menanggulangi luka yang berat tersebut, sehingga mas Agus kemudian dibawa dengan ambulance ke RS di Wonogori. Perjalanan yang sangat berat, mas Agus terus berzikir dan tidak berani memejamkan mata, berusaha untuk tetap sadar. Dokter yang menemani di ambulance, berkata…
“Sudah pak, tolong dihemat tenaganya agar tetap sadar saat sampai di RS Wonogiri.”

Susunan acara Festival Memoar dari Diomedia

Setelah dirawat di Rumah Sakit, dengan hanya ditunggu ibu yang sepuh, akhirnya diusahakan dirawat di rumah, dengan memanggil perawat. Di rumah, mas Agus dikunjungi teman-temannya, sayangnya justru orang yang sangat dihormati memberikan pernyataan yang membuat hati ibu mas Agus terpukul. Memang seharusnya, saat kita menengok orang sakit, harus hati-hati dalam berbicara. Gara-gara ini, mas Agus memutuskan untuk resign, padahal menjadi seorang Guru adalah impian yang dicita-citakan. Kondisi tubuh yang sakit memerlukan biaya perawatan yang mahal, jadi mas Agus mulai berusaha sambil berobat, di bidang perbukuan. Dengan berjualan buku…syukurlah justru rupanya di sini mas Agus mendapat hadiah karena merupakan penjual buku yang terbanyak. Keadaan ini mengubah kehidupan mas Agus, bahwa Tuhan akan selalu memberi jalan yang lebih baik bagi umatNya yang percaya.

Cerita selanjutnya oleh mbak RL, yang menceritakan bagaimana dia berjuang mengatasi depresi, pernah ingin bunuh diri dengan mengiris tangannya menggunakan beling. Syukurlah mbak RL mempunyai nenek, ibu dan teman-teman yang mendukung kesembuhannya. Oleh nenek sempat dibawa ke Rumah Sakit karena sempat teriak-teriak. Depresi ini menurut diagnosa dokter menjurus ke schizophrenia, akibat tekanan dan kesedihan yang sangat berat. Mbak RL sudah dilamar setelah pacaran 8 (delapan) tahun, namun menjelang pernikahan, menemukan sang calon suami berselingkuh.

Saat akhirnya sehat dan menikah, mbak RL pernah diajak suami tinggal di luar Jawa. Kehidupan pasangan muda, rumah tangga yang baru, biasanya mempunyai keterbatasan dalam finansial. Mbak RL yang lulusan S1 sempat merasa sedih, karena harus menambah pendapatan dengan mencuci piring di warung. Saat ini mbak RL telah mempunyai putra yang lucu, yang sesekali mengganggu mama saat diskusi dengan kami. Syukurlah mbak RL bisa mengatasi persoalannya, bisa mengatur kembali hidupnya dan bisa berbahagia menjadi seorang ibu.

Mbak Ning (nama singkatan) menceritakan titik nadir hidupnya dengan berkaca-kaca. Saya membayangkan betapa berat cobaan yang dihadapi mbak Ning. Namun mbak Ning bisa bangkit kembali karena mengingat ada 2 (dua) amanah yang harus dijaga, yaitu kedua putrinya. Hal inilah yang mengingatkan mbak Ning agar tidak terjatuh dalam kedukaan yang panjang. Saat ini mbak Ning telah menulis buku antologi dan buku tunggal (?), ternyata menulis memoar bisa menyembuhkan luka hati, serta siap berjuang menatap masa depan.

Selanjutnya mas Agus Yulian, sebagai moderator, mengatur jalannya diskusi. Pak IAC, yang merupakan sahabat saya saat kuliah, bercerita tentang pengalamannya, dan berpesan bahwa jangan pernah merasa malu bekerja kasar. Saat IAC kuliah di luar negeri, setelah lulus master degree, oleh Profesor disarankan melanjutkan program S3. Saat itu belum ada bea siswa karena sedang diusulkan, IAC bekerja serabutan apa saja, mencuci piring di restoran, mengupas kentang berpuluh kilogram di restoran cepat saja, dan mengerjakan apapun. Jadi pesannya, “jangan malu bekerja kasar, bahkan jika kita punya gelar tinggi, yang harus merasa malu jika meminta pada teman (alias mengemis).

Cerita ini disambung Bu NC (teman saya juga) yang bercerita saat mendapat beasiswa melanjutkan master degree ke luar negeri, yang mendapat beasiswa hanya bu NC. Namun bu NC mengajak suami, dan suami tentu saja harus juga melanjutkan kuliah S2. Biaya dari mana? Tentu saja, dengan membersihkan rumah orang lain, mencuci piring di restoran, segala pekerjaan yang penting halal dan bisa untuk membayar uang kuliah. Bu NC sendiri bekerja di rentoran milik orang Iran. Jadi prinsipnya, kita harus terus berjuang, lupakan ego dan rasa malu.

Setelah diskusi panjang lebar, pak MBS nyeletuk…”Ini kayaknya cerita sedih ya. Tapi seperti kata temanku, kalau kita puasa ya harus kuat, supaya kita nanti bisa Lebaran, makan sepuasnya. Jika bunuh diri, kan tidak sampai menikmati Lebaran.” Saya juga nyeletuk, syukurlah cerita di buku ini pada akhirnya happy ending. Jika tidak happy ending, atau sepanjang tulisan sedih terus, biasanya saya tidak akan melanjutkan membaca, karena membaca buat saya untuk menginspirasi dan menambah semangat.

Apa yang bisa kita petik dari diskusi ini? Bahwa kita semua pasti pernah mengalami titik nadir dalam kehidupan, namun kita harus berjuang dan berusaha untuk bisa mengatasi kesulitan tersebut. Jangan pernah kenal lelah.

Obrolan Buku 15 Desember 2021: “Seni Berkompromi dengan Keterbatasan”

$
0
0

Mas Ngadiyo, sebagai moderator, mengawali menjelaskan siapa Era Chori Christina. Era menulis sejak kecil, awalnya menulis di diary. Kemudian mulai menekuni menulis dengan serius saat mulai ikut berkompetisi menulis di platform menulis online di Hipwee. Ada beberapa artikel Era Chori yang terbit di platform Hipwee. Di platform ini juga ada kelas menulis tentang buku inspiratif.

Era Chori Christina, dengan bukunya “Seni berkompromi dalam Keterbatasan”.

Era Chori tetap menulis walau peralatannya sangat tidak memadai. Era menulis di sela-sela pekerjaannya sebagai penjaga toko. Oleh atasannya, Era diperbolehkan meminjam komputer jika telah selesai jam kerjanya, untuk menulis. Naskah pertama dan telah diterbitkan oleh Diomedia adalah buku tunggal dengan judul ” Seni Berkompromi dengan Keterbatasan”

Selanjutnya Era bercerita bagaimana dia dibesarkan oleh keluarganya. Ada kalimat Era Chori yang menarik untuk dikutip ” Kita tidak bisa memilih dilahirkan oleh siapa, dari keluarga broken home, yang harus berjuang keras sejak kecil. Bagaimana meraih impian dengan keterbatasan yang ada.” Belum lagi tentangan dari keluarga, hobi kok menulis? Apa bisa menjadi penghasilan? Era Chori sekolah sampai lulus SMA, karena tidak ada dana untuk melanjutkan kuliah. Era kemudian menjadi penjaga toko, di sela-sela kesibukannya ini, Era bisa meluangkan waktunya untuk menulis.

Kapan Era Chori produktif menulis? Era menjawab, “Saya produktif menulis saat awal-awal bergabung dengan Hipwee, pada tahun 2017 dan 2018. Sejak dipertemukan dengan mas Ngadiyo dari Diomedia, yang menawari Era Chori untuk menulis buku tunggal, Era makin semangat menulis. Akhirnya Era Chori bisa menerbitkan buku tunggal dengan judul “Seni Berkompromi dengan Keterbatasan.” Saat Era ditanya, bagaimana pendapat orang tuanya sekarang? Orang tua Era mengatakan, ” Ya nak, teruslah menulis”

Min A bertanya, kapan waktu Era Chori merasa nyaman untuk menulis? Era menjelaskan, dia selama ini dipercaya menjaga toko. Saat berangkat pagi-pagi, dan toko masih sepi, Era bisa membuat ringkasan tulisan di kertas atau di handphone. Baru setelah punya waktu, setelah pekerjaan usai, mulai diketik di komputer. Mas Ngadiyo menjelaskan, buku Era Chori dicetak pertama kali 100 buku, saat ini tinggal sisa 5 (lima) buku, yang dikembalikan dari Togamas. Diomedia berharap bisa mencetak kembali buku Era Chori ini tahun depan.

Dari diskusi dengan teman-teman lain, ternyata bahwa catatan yang kita tulis di buku kecil tetap penting, karena kita bisa menuliskannya sewaktu-waktu. Walau saat ini telah ada smartphone, masih banyak dari peserta diskusi ini yang masih rajin menulis catatan-catatan di kertas, sebelum nantinya dipindahkan ke komputer.

Apa yang bisa kita petik dari pelajaran ini? Bahwa keterbatasan tidak membuat perbedaan yang besar. Diperlukan kedisiplinan untuk meluangkan waktu, mengerjakan hal-hal yang positif. Bersyukur atasan Era mau meminjamkan komputer untuk digunakan Era menulis, setelah pekerjaan usai….ini merupakan hal yang patut disyukuri, mempunyai atasan yang baik.

Apa kesan-kesan Era? Tentu saja Era masih ingin terus menulis, dan semoga suatu ketika mimpinya bisa tercapai, buku-bukunya bisa diterbitkan oleh penerbit mayor.

Si jangkung misterius

$
0
0

Siang itu saya pulang kuliah naik sepeda, panas nya menyengat sampai ke ubun-ubun. Ya,  setelah menunggu panggilan dari PTN belum ada juga, akhirnya ayah setuju saya kuliah di PTS ambil Teknik Kimia di kota buaya. Ini kuliah hari kelima, tapi dosen nya ajrut2an, sering kosong. Konon katanya, beliau ngajar dulu di PTN baru ke swasta. Jam kuliah juga ada yang malam…duhh nasib kuliah di PTS.

Saat sampai di tempat kost, saya kaget melihat ayah, apa sebegitu kangen nya kok sudah ditengok padahal baru ditinggal seminggu. Ternyata ayah membawa berita…”Nduk, kamu diterima di IPB. Segera bereskan kopermu, kita pulang ke rumah. Besok siang kita berangkat ke  Bogor.” Segera kami mengejar kereta api yang menuju ke kota kelahiranku.

Antara seneng dan deg2an, saya mempersiapkan keberangkatan ke Bogor. Ibu mendatangi saya dengan wajah sendu….” Jangan lupa bawa selimut tebal dan obat gosok, kamu kan gampang sakit perut dan masuk angin.” Yahh musuhku memang hawa dingin, padahal Bogor saat itu di kenal sebagai kota yang termasuk dingin cuacanya, dan sering hujan, makanya di sebut dengan nama kota hujan.

Kampus IPB Baranangsiang

Besoknya saya dan ayah naik kereta api menuju Jakarta, kereta api penuh sesak, syukurlah dapat tempat duduk. Dan bapak yang duduknya di kursi dekat kami, menawarkan untuk mengantar kami ke Lapangan Banteng setelah sampai di Jakarta. Saat itu terminal bis berlokasi di Lapangan Banteng, dari sini kami naik bis menuju kota Bogor. Jalan dari Jakarta ke Bogor meliuk-liuk indah sekali, menyedapkan mata memandang, maklum saya dari kota kecil yang panas dan wilayahnya datar. Memasuki jalan raya Bogor, pohon-pohon besar kenari berjejeran di kiri kanan jalan, saya jadi ingat lagunya Ernie Djohan (judulnya”Bogor Indah“). Bis sampai di terminal Bogor yang lokasinya di depan stasiun Bogor. Dari sini kami naik andong menuju daerah Sempur…ayah membawa surat dari sepupu tante nya, yg tinggal di Sempur agar bersedia menerima saya tinggal bersama mereka,  sebelum mendapat tempat kost. Udara Bogor masih segar, saat mandi saya menggigil….

Pagi-pagi saya diantar ayah mendaftar ke IPB dengan berjalan kaki. Saat itu bemo hanya dari jl. Gunung Gede ke Pasar Bogor dan masih jarang. Sampai IPB ternyata harus ke kantor pos untuk membayar uang kuliah. Setelah selesai membayar uang kuliah, kembali ke IPB mengurus administrasi, ada cowok jangkung berkulit sawo matang mendekati kami dan setelah mengobrol dengan ayah, si jangkung ini menemani saya ke mana-mana sampai urusan selesai dan saya resmi diterima di Faperta IPB. Dan ayah, sejak saya ketemu si jangkung, langsung pamit pulang,  naik bis menuju Jakarta, untuk disambung naik kereta api ke kampungku.

Besoknya saya mulai ikut perkuliahan, kuliah di IPB disiplin sekali, telat 5 (lima) menit nggak boleh masuk. Beberapa kali saya ketemu si jangkung ini, dia tersenyum dari kejauhan. Saya yang dari udik, pemalu, nggak pede, hanya bisa menunduk….dan sejak itu saya tak pernah ketemu lagi sama si jangkung itu, bahkan tak tahu namanya. Betapapun, saya berterimakasih padanya, yang menemaniku keliling kampus Baranangsiang, membantu mengurus administrasi, menunjukkan lokasi perpustakaan, ruang kuliah dan lain-lain.

Halaman rumput depan kampus….saat musim pohon kapuk berbunga…..serasa ada salju turun

Kampus IPB Baranangsiang saat itu sangat sepi, karena untuk 6 (enam) fakultas yang di bawah IPB, masing-masing Fakultas hanya menerima 50 orang melalui jalur penerimaan tertulis (rapor kelas 3 SMP, kelas 1-2-3 SMA dan sertifikat kelulusan), dan rekomendasi dari Kepala Sekolah. Kami banyak bertemu teman dan kuliah ramai-ramai saat masih di tingkat Persiapan 1 dan Persiapan 2, kuliah merupakan perpaduan antara teori, praktek (responsi), dan praktikum. Tahun ke tiga sudah mulai banyak di lapangan, sehingga wajar kampus terasa sepi, karena di Kampus Baranangsiang hanya untuk Fakultas Pertanian dan Perikanan. Fakultas Peternakan dan Teknologi Pertanian tempat kuliahnya di kampus Gunung Gede, Fakultas Kedokteran Hewan di kampus Taman Kencana, serta Fakultas Kehutanan di kampus Darmaga yang kira-kira 12 km dari kota Bogor.

Dengan demikian kami memang jarang berinteraksi dengan kakak tingkat, kecuali yang menjadi asisten dosen. Sampai saya lulus S1, saya tak pernah ketemu lagi dengan si jangkung yang telah membantu saya di hari pertama masuk IPB ini. Sebetulnya saya menyesal tak tahu namanya dan dari angkatan berapa.

Viewing all 391 articles
Browse latest View live