Sabtu, 21 September 2019
Saya sudah 2 (dua) minggu berada di kota Toyohashi, kegiatan utama adalah mengajak Ani mengobrol, membantu merawat dedek bayi, ke supermarket belanja dan beberes apato. Mungkin anakku nggak enak juga melihat ibu kok cuma di apato saja, jadi dia menyarankan saya untuk jalan-jalan agar tetap sehat, walaupun hanya jalan kaki dan naik kendaraan umum. Lagipula hari ini akhir pekan, sehingga Ani bisa dibantu Hiro yang akhir pekan libur, juga agar mereka bertiga bersama dedek bayi menikmati waktu sebagai orangtua baru.
Sejak awal saya ingin mencoba naik trem listrik jika ada kesempatan. Jadi malam sebelumnya, saya dan si bungsu sudah menghitung jarak dari apato sampai perempatan Kantor Pos kira-kira 1,1 km, kemudian dari kantor pos ke stasiun Toyohashi, jaraknya total 1,5 km.

Paginya saya agak kesiangan bangun, syukurlah cuaca mendung sehingga jalan kaki sambil menikmati pemandangan sekitar tidak capek. Gedung Kantor Pos, syukurlah ada tulisannya JPos, sehingga tidak terlewat.
Di seberang jalan terlihat halte trem listrik. Di perempatan jalan saya melihat beberapa anak sekolah naik sepeda, apakah mereka tidak libur di hari Sabtu?

Saya menyeberang jalan, dan berhenti di halte trem yang bernama Shinkawa. Nahh saat mau bayar terjadi kekonyolan, karena penumpang penuh, saya segan untuk menanyakan cara membayar.

Seharusnya biaya naik trem Y 150, saya masukkan uang Y 500 dan ternyata tidak kembali. Saya lupa-lupa ingat cara membayarnya, karena terakhir naik trem listrik saat menengok si bungsu tahun 2013, itupun didampingi si bungsu. Dari halte Shinkawa, trem berakhir di stasiun Toyohashi.
Karena tujuan saya memang ingin melihat-lihat kota dengan naik trem, saya kembali antri naik trem, dan kali ini saya nggak mau rugi. Saya tanya ke masinis bagaimana cara bayarnya, ehh dia ngomong apa, saya tetap nggak ngerti. Akhirnya dia mengambil uang Y200 dari tanganku, kemudian dimasukkan ke lubang sebelah kanan … keluarlah pecahan Y50, Y10 dan Y5. Dia mengambil Y150, dimasukkan ke lubang sebelah kiri dan sisanya dikembalikan ke saya. Ooo…jadi saya salah lubang ya ….

Trem berangkat, saya menikmati suasana kota, sampai di halte Undoukoen-mae kok semua penumpang turun, saya ikut turun. Saya melihat sekeliling .. di depan terlihat banyak pepohonan, sebagian daun nya sudah berwarna kuning dan sebagian telah gugur.

Saya menyeberang jalan … rupanya ini daerah Iwata Sport Park (namanya saya cek setelah kembali ke apato). Saya berjalan terus, terlihat di sebelah kiri orang-orang sedang main tennis, di sebelah kanan ada bangunan yang bentuknya seperti stadion.

Saya melanjutkan jalan, melewati jalan setapak yang di kiri kanan nya terdapat pepohonan yang rimbun … ternyata ada danau kecil, namanya Suijin Ike (Ike= danau). Setelah puas mengelilingi danau, saya kembali ke arah jalur trem.

Trem kembali ke Ekimae, di halte Keirinjo-mae terjadi pergantian masinis. Saya menengok ke sebelah kanan, terlihat beberapa trem sedang diparkir. Trem melanjutkan perjalanan, pas trem berhenti di halte Shiyakusho-mae, saya melihat di sebelah kanan ada bangunan bagus, ingat-ingat lupa, jangan-jangan itu bangunan City Hall.

Saya segera turun, ternyata betul itu bangunan Toyohashi City Hall, saya pernah foto di bawah bunga yang sedang berkembang bersama si bungsu tahun 2013. Saya terus berjalan kaki menuju taman yang terletak di belakang City Hall. Taman ini penuh pohon-pohon tinggi dan rimbun, di ujung paling jauh terdapat Yoshida Castle, persis di pinggir Toyokawa River.

Kali ini saya tak masuk ke Yoshida Castle, tapi duduk-duduk menikmati pemandangan sungai, melihat orang berjalan-jalan di tepian sungai.
Tak terasa waktu sudah siang, saya segera kembali naik trem menuju stasiun. Mampir di toko Ceria, toko yang barang-barang nya semua berharga Y100. Toyohashi kota kecil dan bukan tujuan turis, barang yang dijual tidak terlalu khas, setelah membeli kaos kaki untuk Ara, saya melanjutkan jalan-jalan ke Kalmia, nama pertokoan di stasiun ini.
Setelah mendapat 2 (dua) blouse bukaan depan untuk si bungsu, yang semoga cocok, saya merasa haus…jadi kembali ke TullY’s Cafe. Kenapa kembali ke sini? Selain free wifi, ada toilet bersih, yang kita bisa pilih cara mengguyurnya. Sambil makan dan minum teh hangat, saya melepas lelah sambil menikmati suasana cafe.
Setelah rasa capek berkurang, saya menuju stasiun Shin Toyohashi….mulai bingung deh. Jadi saya masuk ke kantor pegawai stasiun untuk bertanya. Pegawainya pinter, walau bahasa Inggris nya terbatas, tapi dia bisa menjelaskan dengan menggunakan denah…rupanya sudah disiapkan jika ada yang bertanya.
Saya kembali ke lorong melalui TullY’s Cafe lagi, turun ke bawah…dan sampailah ke Shin Toyohashi. Di sini bingung lagi… tapi akhirnya dengan bahasa tarzan, saya bisa naik kereta api menuju Mikawatahara, dan turun di stasiun Yagyubashi. Dari sini jalan kaki ke apato si bungsu.

Rasa nya dulu cuma sekali belok, kok sekarang beda ya. Untung tadi pagi pas berangkat, saya sudah memotret perlimaan (bukan perempatan) jalan, dan menandai gedung-gedung di setiap ujung jalan. Legaa…. setelah melihat nama Valor di kejauhan, berarti nggak salah jalan.
Pembelajarannya: Jalan-jalan sendiri tetap diperlukan, karena memaksa kita untuk selalu mengingat, tanda-tanda yang harus diperhatikan.