Saya menyadari lingkungan kita cepat sekali berubah, bahkan lingkungan terdekat saya. Banyak bangunan baru atau bangunan yang berubah peruntukannya, terutama yang dulunya rumah biasa, telah dibangun menjadi rumah bertingkat tiga, dan disewakan sebagai kos-kos an. Kondisi jalanan Jakarta yang makin macet, membuat semakin banyak orang yang kost sementara di Jakarta, dan hanya pulang saat akhir pekan ke rumahnya sendiri. Delapan tahun lalu, saat pertama kalinya saya membeli tanah dan bangunan tua yang berdiri di atasnya, lingkungan sekitar tempat tinggal saya hampir seluruhnya digunakan untuk tempat tinggal keluarga, hanya satu dua yang untuk kost-kost an, itupun bangunan rumahnya tetap sederhana.
Syukurlah, walau banyak bangunan yang telah berubah, sebagian besar warga masih menyadari bahwa lingkungan hijau sangat penting. Keterbatasan tanah disikapi dengan membuat tanaman dalam bentuk pot yang bertingkat.
Rata-rata setiap rumah mempunyai tanaman, baik yang ditanam di tanah (yang masih punya sisa lahan), ataupun dalam bentuk pot besar yang diletakkan di depan pagar.
Saya masih rutin berjalan pagi mengelilingi kompleks, ada beberapa rumah yang saya suka, terutama yang masih memenuhi halaman rumahnya dengan tanaman.
Ada rumah yang terletak di ujung jalan, yang setiap pagi bunga yang harum berguguran dari pohonnya, serta ada laki-laki yang bertugas mengambil bunga yang berjatuhan di aspal tersebut, kemungkinan akan dijual ke pasar.
Saya lupa nama tanamannya, mungkin mbak Prih bisa membantu …. mirip dengan bunga melati, tapi bukan bunga tunjung.
Kompleks kami tak terlalu besar, dan jika malam hanya ada satu jalan masuk ke kompleks karena lainnya di portal demi keamanan warga. Namun warganya cukup aktif berartisipasi dalam kegiatan yang melibatkan warga. Karena masih ada kesibukan yang tak bisa ditinggal, kadang saya hanya bisa ikut senam pagi seminggu dua kali. Tempat senam di jalan di depan rumah warga yang merupakan jalan buntu sehingga tidak mengganggu lalu lintas kendaraan yang lewat.
Pagi ini, perjalanan saya sampai ke ujung gang yang berbatasan dengan jalan Fatmawati, setelah mampir sebentar di Dunkin Donat, saya mulai menyeberang jalan menuju Pasar Mede. Walau sudah tinggal sekitar 7 (tujuh) tahun di kompleks ini, saya hanya sesekali mampir ke Pasar Mede, itupun bukan untuk belanja sayur. Adik iparku, yang pernah tinggal di rumahku selama suaminya dirawat di Rumah Sakit, pernah bercerita bahwa Pasar Mede sayuran dan buah nya bagus-bagus, namun harganya juga bagus alias cukup mahal.
Pagi ini saya mencoba masuk ke Pasar Mede, menuruni tangga…dan ternyata yang diceritakan adik iparku memang benar. Saya agak kikuk, sambil mencari belanjaan, saya berpikir berapa ya harga belanjaan nya Tiah (si mbak di rumah yang suka belanja). Namun saya perhatikan, jumlah harga yang ditawarkan tak berbeda jauh dengan yang disepakati, jadi saya akhirnya belanja berbagai keperluan untuk sayur bayem, berbagai bahan untuk sayur asem, cabe, tempe tahu (tak boleh lupa)…dan pisang, karena saya suka sekali dengan makanan dari pisang, entah pisang rebus atau pisang goreng, dan berbagai makanan dari bahan pisang.
Selesai belanja, saya menyeberang jalanan yang masih sepi, dan kembali ke rumah. Saya berpikir, kenapa ya selama ini saya jarang belanja ke pasar ini, padahal kegiatan ini cukup menyenangkan, sambil jalan kaki, bisa mampir ke pasar untuk beli sayuran.
