Hari Selasa pagi sebetulnya badan saya kurang sehat, pagi-pagi saya mengajak si sulung pijat refleksi. Kami duduk bersebelahan, sambil mengobrol, dari obrolan ini akhirnya kami memutuskan akan menonton pentas Teater Sanggar Anak Akar, yang diadakan dalam rangka ulang tahunnya ke -19 dengan judul “Swarga Khatulistiwa.” Kisah ini menceritakan kekayaan budaya dan keberagaman di Indonesia.
Saya mengenal sanggar Anak Akar dari si sulung, dia dan teman-teman nya sering mengumpulkan dana untuk disumbangkan ke beberapa panti yang memerlukan, dan sangat terkesan saat memberikan donasi kepada Sanggar Anak Akar ini. Saat temannya memberikan uang donasi kepada pimpinan Sanggar Anak Akar, sang Pimpinan langsung memanggil seorang gadis, untuk mencatat uang tersebut. Transparansi ini sungguh menyentuh hati si sulung dan teman-teman nya.
Sekolah Otonom Sanggar Anak Akar adalah sebuah model pendidikan yang berbeda dengan sekolah formal pada umumnya. Ditempat ini anak-anak dari berbagai komunitas urban datang dan tinggal bersama untuk belajar menghargai kehidupan, memaknai kebebasan, mengembangkan kemampuan dan kreativitas untuk bisa mengambil bagian dalam menata masa depan dunia yang lebih sejahtera dan lebih manusiawi. Keberadaan Sekolah Otonom adalah bagian dari harapan dan impian masyarakat yang memiliki komitmen untuk menjadikan pendidikan sebagai bagian dari gerakan kebudayaan yang menghargai martabat dan menghormati hak anak.
Saat pembukaan sebelum konser dimulai, diceritakan bagaimana awalnya Sanggar Anak Akar ini berdiri, belum memiliki tempat yang layak, dan setiap kali kena gusur. Betapa keras perjuangan teman-teman yang ingin menyumbangkan baktinya pada anak-anak yang kurang beruntung ini, setelah 19 tahun, kini Sanggar Anak Akar telah memiliki beberapa donatur tetap, banyak mendapatkan dukungan, dan dapat mementaskan teater di gedung yang megah, seperti di Teater Jakarta, di TIM ini.
Saya sempat bertemu beberapa gadis yang mengenal anakku, dan anakku bercerita bahwa gadis-gadis tersebut awalnya anak jalanan, dan sekarang telah lulus S1, bekerja dan aktif membina Sanggar Anak Akar ini. Saya sungguh terharu mendengarnya, benar-benar tak menyangka…..betapa jika kita menginginkan dan bekerja keras, maka Tuhan akan meridhoi langkah kita.
Sayang kami tak diperbolehkan membawa tustel ke gedung pertunjukkan, larangan ini menurutku bagus juga, agar penonton konsentrasi melihat pertunjukan. Sambil menunggu pintu gedung di buka, saya mengamati penonton yang sangat bervariasi, dari ibu-ibu yang sangat sederhana, dengan anak-anak nya yang masih kecil (yang sebagian besar karena ingin melihat kakak-kakaknya di panggung pentas), ada pula yang berpakaian perlente, dengan hem batik yang terlihat mahal. Sungguh jenis penonton yang sangat bervariasi, dan memerlukan kerja keras panitia untuk mengatur penonton agar tertib saat mulai memasuki pintu gedung pertunjukan.

Pentas Teater Sanggar Anak Akar, foto diambil dari detiknews (http://news.detik.com/readfoto/2013/11/05/180246/2404316/157/4/pentas-teater-sanggar-anak-akar#detailpic)
Tak disangka penonton sungguh tertib, adegan demi adegan berlangsung mulus, hanya terkadang ada gangguan suara yang kurang jelas. Yang menarik, para pemain sering berganti kostum di panggung tanpa mengacaukan pertunjukan.
Dengan kaos atau hem hitam lengan panjang, bawahan batik, maka perubahan peran bisa digantikan dengan mulus, hanya dengan menambah selendang warna cerah, kipas di tangan … dan dengan memberi celemek dan syal di kepala, menjadi peran noni-noni Belanda. Pertunjukan ini didukung oleh para seniman yang namanya tak asing lagi bagi kita, antara lain:Laksmi Simanjuntak, Sahitna dari Solo, Elly D. Luthan.

Anak-anak menari dengan ceria.Foto diambil dari tribunnews.com (http://www.tribunnews.com/images/view/873911/teater-musikal-swarga-di-khatulistiwa#.UnrcpSdo5uh)
Seluruh pertunjukan berjalan mulus, dan sangat menghibur, betapa terharu saat akhir pertunjukan, anak-anak yang berada di samping kiri kanan dan depan belakang saya, ikut menyanyikan “Indonesia Pusaka”…tak terasa air mata bercucuran, siapa menyangka anak-anak yang semula terlantar ini, bisa menghasilkan pertunjukkan yang memukau.
Betapa saya salut dengan kerja keras Pimpinan dan semua dukungan yang ada … jika saja kita mau menyisihkan donasi, yang akan benar-benar digunakan untuk tujuan kebaikan, Indonesia tak akan kekurangan anak yang kreatif.
