Kemarin seharian di apato, rupanya malah membuat badan tidak nyaman, serta kedinginan, akibatnya pemanas dinyalakan terus. Jadi hari Selasa ini saya memutuskan untuk keluar apato jika cuaca cerah. Pagi hari matahari bersinar terang, bahkan angin nya juga tidak terlalu kencang. Anak bungsuku yang kawatir berpesan, agar ibu tetap memakai jaket tebal karena suhu naik turun, dan saat ini 14 derajat celsius. Saya berangkat bersamaan dengan anakku, saya berhenti di tempat menunggu bis, dan anakku meneruskan perjalanan ke Gikadai.
Saya naik bis ke jurusan stasiun, syukurlah bis nya bagus, ada layar monitor yang menunjukkan kita berada di mana dan akan menuju kemana. Saat jalan-jalan bersama anakku, kebetulan mendapat bis yang layar monitornya hanya menggunakan tulisan Jepang, syukurlah bersama dengan anakku, yang sedikit banyak mulai memahami bahasa Jepang.
Setelah bis sampai stasiun, saya mulai berjalan kaki menikmati udara segar, trotoar yang luas dan kendaraan yang tak terlalu banyak.
Saya menikmati jalan kaki di pinggir Ekimae Odori, yaitu jalan utama yang juga dilewati jalur trem. Banyak bunga bermekaran sepanjang jalan, karena memang lagi musim semi.
Di pinggir jalan, saya melihat masih banyak telepon umum, yang masih terawat.
Saya melalui jalan yang juga dilewati trem, dengan asumsi jika capek tinggal menyeberang jalan dan naik trem. Saya melewati Public Hall yang saya kunjungi hari Minggu kemarin, kemudian berbelok ke kiri karena melihat tanda arah ke Toyohashi Park dan Art Museum.
Ternyata saya salah, dan ternyata yang saya kunjungi adalah Akuminkabe Shinmeisha Shrine …. syukurlah yang menjaga berbaik hati memberikan arah jalan ke Art Museum.
Saya melanjutkan perjalanan satu blok lagi, lalu belok kiri, semangat saya muncul karena melihat pepohonan rimbun di kejauhan. Ternyata Toyohashi Park yang menjadi satu dengan Yosidha Castle, kalau terus akhirnya akan ketemu dengan Toyohashi Park yang berada di dekat Art Museum.
Saya memperhatikan pepohonan begitu terawat dan jalanan bersih, namun tak terlihat ada orang yang menyapu di jalan. Saat saya mulai menaiki undakan museum, saya melihat daun-daun kering berserakan di ubin undakan, tapi kesan nya tetap bersih. Saya sempat bbm dengan Imelda, mengenai bagaimana merawat kebersihan ini, kata Imelda penyapu jalan melakukan tugasnya saat kita sedang tidur …. brrrr … terbayang dinginnya. Sedang masing-masing penghuni rumah bertanggung jawab atas kebersihan jalan dan halaman di depan rumahnya.
Saya masuk ke museum, mendapatkan brosur … ternyata ada banyak pameran lukisan, juga ada pameran barang-barang seni dari keramik, serta lukisan berupa tulisan Jepang …. mungkin seperti kaligrafi. Saya membeli beberapa kartu pos yang menggambarkan seni lukis untuk kenang-kenang an.
Dari museum saya kembali berjalan kaki, sampai ke tempat pemberhentian trem, yaitu di Toyohashi-koenmae. Dari sini saya naik trem menuju stasiun Toyohashi. Sampai stasiun sudah siang, jadi saya langsung menuju Cafe Danmark, memesan makanan mirip yang dipesan anakku kemarin, yaitu piza vegetarian, salad brokoli dan teh panas tawar. Saya perhatikan, di Cafe ini yang makan di tempat adalah kaum perempuan, kalaupun ada kaum pria, biasanya bersama isterinya, atau hanya membeli kue namun makannya di tempat lain.
Dari sini saya melihat pertokoan yang menjadi satu dengan stasiun, harga untuk pakaian tak berbeda jauh dengan di Indonesia, namun untuk makanan harganya bisa berlipat kali. Ada beberapa blouse yang menarik minat saya, dan setelah saya perhatikan ternyata “made in China” ….. hal ini juga saya perhatikan saat saya menemani anakku berbelanja di AEON dua hari sebelumnya, barang yang dipajang sebagian besar adalah “made in China.” Di depan Book Store ada cooking studio (kursus memasak) …. wahh kalau masih lama mau ikutan kursus.
Sebelum kembali ke apato, saya membeli Beard Papa’s …. saya membeli enam seharga 1.037 yen atau setara Rp. 108.885,- lebih mahal dibanding di Indonesia, ada perbedaan rasanya, kalau di Indonesia lebih manis dan lebuh yummy …. atau orang Indonesia memang lebih suka yang manis-manis ya. Jam telah menunjukkan jam 1.00 pm, jadi saya memutuskan kembali naik bis jurusan Gikadai, dan turun di Tempaku. Angin yang bertiup kencang mulai membawa hawa dingin, saya mempercepat langkah, apalagi lupa membawa topi. Saya perhatikan, di Toyohashi rata-rata kaum perempuan nya membawa topi, terutama untuk perempuan setengah baya, mungkin untuk menahan angin. Dan kaum perempuan sangat mandiri, pada usia tua masih naik bis sendiri, biasanya menggunakan tas yang ada rodanya, untuk mengurangi tekanan pada punggung.
Catatan:
Foto-foto saya ambil melalui BB, kemudian saya kirim ke email saya. Yakin sudah terkirim, foto saya hapus…. rupanya belum terkirim sempurna, sehingga foto tentang lukisan, serta keramik yang dipamerkan menjadi hilang. Sungguh sayang sekali.
