Sebelum berangkat ke Jepang, si bungsu sudah wanti-wanti, agar siap-siap dengan makanan hambar (maksudnya tak terlalu asin, tak terlalu manis, dan tidak pedas). Saya menjawab dengan entengnya…”Lha kan ibu udah biasa makan makanan Jepang?” Jawab si bungsu…”Beda bu, makanan Jepang yang di Indonesia sudah di sesuaikan dengan lidah orang Indonesia, jadi rasanya lebih nendang”. Istilah nendang ini akhirnya sering jadi bahan diskusi saya dan si bungsu serta teman nya, yang orang Jepang. Dalam kondisi lelah, karena ketinggalan pesawat ke Osaka gara-gara pesawat Garuda dari Jakarta ke Bali rusak, maka penerbangan dialihkan ke Narita….padahal si bungsu sudah menunggu di Toyohashi (maklum, dari Toyohashi ke Osaka masih perlu naik kereta). Akhirnya sisa perjalanan dari Bali ke Tokyo (bandara Narita) saya lalui dengan berdoa….tak terasa akhirnya saya tertidur.
Makan terakhir hari Sabtu tanggal 13 April 2013 adalah di pesawat menuju Tokyo, sejak itu kondisi nya selalu terburu-buru, lari-lari mengejar Narita Express, Shinkansen dan lain-lain. Makan dan minumpun terlupakan…. syukurlah saya sempat ke toilet dulu saat di Narita. Setelah bisa ketemu si bungsu di Nagoya station lima jam kemudian (Legaaa sekali.. dan langsung kupeluk erat-erat, si bungsu yang sudah beberapa tahun tak ketemu). Disini, saya langsung mengatakan, pertama kali ingin ke toilet, kemudian cari makanan. Komentar si bungsu…”Ibu, masih ada sakura berbunga di depan stasiun Nagoya…ibu cuci muka dulu, pakai bedak biar nggak terlalu kelihatan lelah…kita berfoto yuk.” Saya ikuti si bungsu sambil menyeret koper segede gaban yang isinya antara lain adalah sambal ABC dan sambal belibis….kami pergi ke depan stasiun. Sayang foto ini tak bisa ditampilkan, wajah yang lelah biar pakai bedak, tetap saja tak membuat semangat yang lihat.

Restoran masakan khas Tempura di Toyohashi

Tempura di Toyohashi, yang sungguh lezat
Kami kemudian naik Meitetsu line yang menuju ke sation Toyohashi ….. di stasiun ini, teman si bungsu sudah siap untuk menjemput kami. Syukurlah ….. akhirnya saya menginjakkan kaki di Toyohashi.
Rupanya teman si bungsu tahu kami kelaparan, jadi pertama-tama kami dibawa ke restoran yang terletak didekat/di bawah rel Shinkansen. Saya agak ragu melihat pintu yang tertutup, demikian pula si bungsu …. temannya mulai mengetuk pintu, syukurlah pintu terbuka, dan kami dipersilahkan masuk. Tempura nya sungguh lezat, bayangan makan makanan Jepang yang hambar langsung sirna dari kepalaku. Dan karena terpesona pada rasa tempura ini, malam terakhir sebelum kembali ke Jakarta, saya mengajak si bungsu dan teman-teman nya kembali menikmati tempura disini.

Ikan rebus tsunogawa
Besok paginya kami pergi ke Tahara, kota di pinggir pantai yang terletak di sebelah barat Toyohashi, untuk melihat-lihat tanaman, taman, memetik strawberry dan melihat bunga Nanohana. Di Tahara ini saya makan di restoran, yang ikan rebusnya (tsunogawa) sungguh lezat. Sama seperti saat makan di sebuah restoran di Toyohashi, restoran inipun jika hanya dilihat sepintas tak menunjukkan sebuah restoran.

Menikmati sate di Hamamatsu

Soto, gado-gado, gurami goreng
Dan yang sungguh menyenangkan, akhirnya saya bisa makan masakan Indonesia, yaitu di “Warung Ani & Ivan” saat berkunjung ke Hamamatsu. Masakan Indonesia disini sangat enak, karena menggunakan bumbu yang dikirim asli dari Indonesia.
Kalau mau makanan cepat saji di Toyohashi, makanan cepat saji mudah dijumpai, dan menurut saya rasanya cukup lezat. Memang sayang saya tak sempat menikmati sushi, yang kata teman si bungsu yang dari Kamboja, rasa sushi di Toyohashi sungguh lezat. Bagaimana tentang harganya? Kalau menurut saya, harga makanan masih wajar, sama seperti kalau kita makan di Jakarta, atau sebetulnya harga makanan di Jakarta, sudah menyamai harga makanan di kota besar negara lain ya?

Sarapan pagi di Kansai Airport, Osaka
Dan terakhir kali, kami menikmati makanan khas Jepang di Sachi Fukuya, bandara Kansai, Osaka.. Dengan membayar 1700 yen, kami berdua bisa menikmati makanan sepuasnya. Rasanya? Sungguh lezat.
