Quantcast
Channel:
Viewing all articles
Browse latest Browse all 391

Peran Eyang dalam pola pengasuhan si kecil

$
0
0

Saya merupakan ibu dari dua orang anak, yang sulung laki-laki dan yang bungsu perempuan. Keduanya sudah menikah, dan saya punya satu cucu perempuan yang lagi lucu-lucu nya dan ceriwis. Anak kedua saya tinggal di Jepang bersama suaminya. Agar pengasuhan si kecil aman karena si mbak di rumah telah ikut selama 17 tahun, maka anak pertama bersama isteri dan anaknya menemani saya, apalagi suami lebih banyak berada di luar kota. Walau serumah, ternyata tetap jarang ketemu, karena sama-sama sibuk. Anak dan menantu saya, sama-sama bekerja di luar rumah. Syukurlah karena sudah pensiun, saya hanya bekerja paruh waktu, sehingga pada sore hari bisa ikut terlibat dalam memantau pengasuhan si kecil. Disini peran Eyang bukan sebagai baby sitter, namun menemani cucu belajar, bermain dengan didampingi yang momong.

Yangti dan si kecil

Yangti dan si kecil melihat Ennichisai di Little Tokyo, Blok M

Saya melihat bagaimana si kecil belajar memasang balok-balok untuk menjadi aneka ragam bangunan, menggambar dengan krayon, menggunting kertas (yang ini masih harus ditemani), maupun meminta eyang mendongeng. Ternyata untuk usia  tiga tahun, si kecil baru bisa menyerap cerita dongeng dalam 5 halaman, karena si kecil banyak sekali pertanyaan nya, mengapa begini, mengapa begitu. Rasanya dulu anak-anak saya tak sebanyak itu pertanyaan nya. Dengan cucu ini benar-benar saya harus bisa memberikan jawaban yang sesuai dengan umurnya. Dan dia termasuk hafal apa yang didongengkan, jadi jangan coba-coba mendongeng secara lisan dan “agak” mengarang, karena akan diperbandingkan dengan dongeng yang diceritakan oleh babe dan bunda nya. 

Sebagai Eyang, saya harus mengikuti aturan yang ditetapkan oleh menantu dan anak saya, apalagi sejak si kecil sekolah, aturan yang diterapkan di sekolah ternyata sangat membantu pertumbuhan disiplin si kecil. Bagaimanapun Eyang hanya bisa membantu, yang bertanggung jawab sepenuhnya dan mendapat risikonya adalah orang tua si anak.

Anak-anak diajar mengecat sendiri topinya, agar tak tertukar dengan milik teman (saat acara piknik di Mekarsari)

Anak-anak diajar mengecat sendiri topinya, agar tak tertukar dengan milik teman (saat acara piknik di Mekarsari)

Toppi yang selesai dicat oleh anak-anak TK Kokeci

Topi yang selesai dicat oleh anak-anak TK Kokeci

Si kecil saat ini telah sekolah di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang dikelola oleh alumni Planologi ITB. Beliau menerapkan disiplin yang ketat, namun tetap memberi ruang yang  cukup bagi anak-anak untuk ber eksplorasi. Setiap hari anak-anak belajar dimulai dengan bermain terlebih dahulu, kemudian menggambar. Hasil gambar anak-anak, menunjukkan suasana hati anak yang menggambarnya. Jika anak sedang ceria,  maka si anak akan menggambar dengan warna-warni ceria. Sebaliknya, jika ada masalah, si anak akan memilih warna-warna gelap.

Anak-anak diajarkan pula makan bersama, dengan mengambil makanan sendiri. Anak harus bertanggung jawab menghabiskan makanan yang telah diambilnya, bahkan ada anak yang sampai menangis karena tak bisa menghabiskan makanan tersebut. Kondisi itu akan membuat si anak kapok, dan besoknya hanya akan mengambil makanan secukupnya.

Anak dibiasakan menaruh segala sesuatu ditempatnya, dan setelah bermain harus mengembalikan barang mainan ke tempatnya. Hal ini berakibat si kecil menjadi pembersih, segala sesuatu ditaruh ditempatnya. Dan si kecil hanya bermain dengan salah satu mainan, tetap fokus pada mainannya, setelah selesai dikembalikan ke tempatnya. Jika ingin berganti mainan, mainan sebelumnya dirapihkan, dan dikembalikan dulu ke tempatnya, baru ambil mainan yang lain. Yang saya perhatikan, si kecil senang menggunting, melipat… dan menggambarpun sudah tidak melewati garis saat memberi warna. Saya termenung, mengingat masa lalu, dulu si sulung sulit mengerjakan pekerjaan yang memerlukan ketelitian saat masih di TK, berbeda dengan adiknya. Entah apa karena anak perempuan lebih teliti, atau bagaimana. 

Kepala Sekolah juga meminta orangtua mentaati apa yang diajarkan di sekolah, menerapkan nya di rumah, sehingga tak ada perbedaan antara pola pengasuhan di sekolah dan di rumah. Si kecil juga diajarkan untuk sholat berjamaah, dan hal ini diterapkan di rumah. Suatu ketika Eyang Kakung (kakek) datang dari luar kota, si kecil mengajak  Yang Kung menjadi imam saat sholat Magrib. Entah kenapa, mungkin karena kelelahan, Yang Kung lupa berdoa dan doanya terlalu cepat seusai sholat Magrib. Dan nyeletuklah si kecil..”Yang Kung, habis sholat berdoa dulu.” Eyang Kakung menyahut…”Wah iya,  Yang Kung lupa, ayo kita berdoa dulu.” Si kecil langsung menengadahkan tangannya dan berdoa dengan suara keras.



Viewing all articles
Browse latest Browse all 391

Trending Articles