Quantcast
Channel:
Viewing all articles
Browse latest Browse all 391

Menonton film “Soekarno”

$
0
0

Sejak berminggu yang lalu saya menunggu beredarnya film ini, apalagi film ini sutradaranya Hanung Bramantyo, yang merupakan salah satu sutradara favorit saya. Film-film Hanung yang telah saya tonton adalah: Ayat-Ayat Cinta, Perempuan Berkalung Sorban dan Sang Pencerah. Anak dan menantu saya nonton sejak awal pertama film ” Soekarno” ditayangkan, karena kawatir film yang disutradarai Hanung ini tak jadi ditayangkan.

Rencana awal, saya mau nonton hari Sabtu, apa daya badan lelah sekali karena malamnya baru pulang dari Bali. Minggu pagi itu cuaca cukup cerah, saya dan keluarga menuju Pejaten Village. Anak saya langsung ke Gramedia, setelah sebelumnya mengantar saya ke bioskop 21. Lobby bioskop penuh sekali, rupanya banyak orang tua dan anak-anak antri beli makanan. Walau lapar, saya terpaksa menunda makan karena waktu tak cukup. Saya memesan tiket untuk duduk paling belakang tengah.

Awal film membuatku surprised, karena semua penonton berdiri, anak-anak, remaja, dewasa, tua, tak terkecuali para pinisepuh yang menggunakan tongkat dan kursi roda, menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh semangat. Permainan Ario Bayu sebagai “Soekarno” sungguh memukau, diimbangi permainan cantik Maudy Koesnaedi sebagai Inggit Garnasih. Hanung tepat memilih para pemain, Lukman Sardi sebagai Bung Hatta dan Tanta Ginting sebagai Syahrir bermain elok.

Saya akui, tak mudah membuat film sejarah, namun saya salut dengan adanya film Soekarno, banyak manfaatnya terutama bagi kaum muda, bahkan saya sendiri yang termasuk golongan tua, banyak mendapat tambahan info di film ini, seperti saat Soekarno dari Bengkulu bukan langsung dibawa ke Jakarta, namun oleh Belanda disembunyikan ke Padang. Juga cerita tentang Jugun Ianfu, pilihan sulit yang harus diambil Soekarno. Bagaimana Soekarno teraksa memilih bekerjasama dengan Jepang, untuk melindungi kekejaman masyarakat dari penjajahan Jepang. Bagaimana beratnya menyusun dasar negara, yang memerlukan perdebatan keras tanpa menghasilkan keputusan selama 3 (tiga) hari, yang akhirnya Soekarno menyampaikan pidatonya, yang nanti kita kenal dengan lahirnya Pancasila. Penggambaran bagaimana Soekarno dan Hatta menyusun naskah proklamasi, disampaikan dengan baik.

Saya bersyukur, pada akhirnya bapak bangsa kita berani mengambil langkah memproklamirkan kemerdekaan RI, dengan cara pandang “Kemerdekaan bukan tujuan akhir, namun sebuah awal untuk kemandirian. Kita yang mengawali, selebihnya kita serahkan pada anak cucu kita yang akan meneruskan,” kata Soekarno.

Sebagai bapak bangsa, Soekarno juga manusia biasa. Inggit pasangan yang cocok bagi Soekarno, mendorong dan jadi teman diskusi saat Soekarno resah, namun Soekarno membutuhkan keturunan. Dan Soekarno jatuh cinta pada muridnya yang cerdas, yaitu Fatmawati. Inggit memilih pergi, keputusan yang juga akan saya lakukan jika menjadi Inggit. Semoga semakin banyak produser yang berani membuat film-film bermutu, saya melihat, saat ini mulai banyak sutradara dan pemain film yang bagus. Agar kita tak hanya melihat film-film Barat saja.



Viewing all articles
Browse latest Browse all 391

Trending Articles