Sejak mengetahui bahwa putri bungsuku hamil anak pertama tiga bulan, saya sudah bersiap-siap kalau akan mengunjungi Jepang, menemani si bungsu saat melahirkan dan merawat bayinya. Berhubung visa waiver yang saya peroleh hanya berlaku maksimum 15 hari selama kunjungan di Jepang, namun bebas bolak-balik sampai 3 (tiga) tahun, maka saya mulai berpikir untuk mengajukan visa selama satu bulan. Kenapa tidak tiga bulan? Maksud hati sih ingin menemani si bungsu sampai tiga bulan, namun saya sendiri juga punya tugas-tugas yang tak bisa ditinggal. Saya berharap, dengan satu bulan, sudah cukup untuk membantu mempersiapkan Ani dan Hiro sebagai orangtua baru.
Saya berniat membuat tulisan bersambung tentang Toyohashi dan sekitarnya, kota kecil yang indah dan sepi, yang mungkin belum banyak yang tahu, karena kota Toyohashi bukan kota tujuan turis. Namun sejak saya menginjakkan kaki di kota Toyohashi, saya jatuh cinta sama kota ini, mengingatkanku saat awal kuliah di kota Bogor.

Kegiatan sebelum pergi ke Jepang sangat padat, bahkan seminggu sebelumnya saya masih melakukan tugas ke Balikpapan, juga tugas lainnya harus saya selesaikan dulu, karena saya tak yakin bisa melakukan pekerjaan walaupun di apato Ani ada laptop yang bisa dipakai. Terbayang bayi berumur satu hari sampai satu bulan, pasti banyak bergadangnya, di satu sisi kemungkinan tata cara merawat bayi akan berbeda dengan di Indonesia. Sebelum pergi, saya masih sempat menikmati jalan-jalan ke Geopark Ciletuh bersama teman-teman seangkatan di IPB dulu, yah jalan-jalan bersama menikmati alam merupakan refreshing yang saya suka, karena merasa bebas di alam terbuka.
Perkiraan hari lahir si kecil tanggal 13 September 2019, jadi saya berencana berangkat ke Jepang tanggal 7 September 2019, sehingga masih ada waktu seminggu untuk persiapan sebelum melahirkan. Tiket Garuda pp sudah di tangan, dengan tujuan Chubu International Airport, dekat Nagoya. Mengapa tujuan ke Nagoya? Karena dari sini paling dekat dengan kota si bungsu, walau saya harus berganti kereta dua kali, yaitu Chubu Int’l Airport ke Jinggu Mae, kemudian dari Jinggu Mae ke Toyohashi. Dari stasiun Toyohashi pindah ke Shin Toyohashi , untuk naik kereta menuju stasiun Yagyubashi, selanjutnya jalan kaki ke arah apato si bungsu kira-kira 200 meter. Kondisi yang memerlukan banyak acara jalan kaki dan berpindah-pindah kereta ini, membuatku berencana hanya membawa koper kecil.

Baju-baju bayi dikirim lewat paket terlebih dahulu, biar biaya nya di atas satu juta rupiah, tapi beli di Indonesia tetap lebih murah, apalagi menantuku bisa beli secara on line. Jadi, tanggal 5 Agustus 2019, saya mulai mengurus visa kunjungan ke Jepang, melalui Vfs (Japan Visa Application Centre) di Lotte Shopping Avenue, Casablanka. Dari rumah saya naik MRT, turun di Stasiun Setiabudi Astra, dan melanjutkan perjalanan naik taksi. Sampai di Lotte Shopping Avenue pintunya belum dibuka, jadi saya masuk melewati Starbucks, melanjutkan naik eskalator ke lantai 4, tempat Vfs yang khusus mengurus visa ke Jepang. Lampu masih remang-remang, tempat visa pun belum di buka, namun yang antri sudah lumayan. Saya menggunakan kesempatan untuk foto dulu, sebagai kenangan.
Setelah Vfs buka, saya mulai mengambil antrian, melalui pemeriksaan yang cukup ketat. Prosesnya cepat, dalam lima hari kerja Visa sudah dapat diambil.