Jumat, 10 April 2015
Tenggarong terkenal dengan asal usul kerajaan Kutai Kartanegara, kerajaan tertua di Indonesia. Dari kota Samarinda menuju Tenggarong, kami melewati jalan yang indah, kiri kanan nya indah karena masih banyak pepohonan hijau. Melewati kompleks stadion yang indah, yaitu stadion Aji Imbut, yang megah dan luas, membuatku terpesona, ternyata di kota yang cukup sepi ini ada stadion yang megah dan bangunan nya unik.
Kami menyeberang sungai Mahakam menggunakan kapal, membayar Rp.20 ribu untuk satu mobil.
Dari sini menuju Museum Kutai Kartanegara, yang dulu merupakan kantornya Sultan.
Di sebelah kanan Museum terletak makam para Sultan Kutai Kartanagara.
Sedangkan kedaton Kutai Kartanegara merupakan tempat tinggal Sultan, sekarang yang tinggal di sana Sultan ke 20.
Persis di sebelah kanan nya terdapat masjid tertua di kota Tenggarong yang masih terawat dengan baik.
Karena hari Jumat, dan driver kami yang merupakan keturunan suku Dayak seorang muslim, kami mampir ke RM Tepian Pandan, lokasinya persis di tepi sungai Mahakam, untuk makan siang sekaligus ikut sholat, sambil menunggu driver selesai sholat Jumat.
Selesai sholat Jumat, kami menuju Museum Kayu, antara lain kami melihat buaya yang diawetkan karena makan orang sekitar 19 tahun lalu.
Museum Kayu ini masih terawat … di dekat nya ada danau dengan rumah peristirahatan di sekitarnya, sayang terlihat kurang terawat. Semoga nanti Pemda bisa memperbaiki karena sayang sekali daerahnya sangat indah.
-
Taman dan trotoar sepanjang sungai Mahakam di Tenggarong, tampak jembatan yang baru dibangun kembali.
Saya melihat Pemda Tenggarong rajin melakukan penataan, taman-taman dibangun bersama trotoar sepanjang sungai Mahakam. Jembatan yang runtuh mulai dibangun lagi.
Saya melihat, bahwa bangunan di tepi sungai Mahakam di Tenggarong mau digusur tanpa menimbulkan persoalan, termasuk restoran Tepian Pandan, tempat kami makan siang, yang sebelumnya terletak persis di pinggir sungai Mahakam, namun sekarang mendirikan yang baru, walau tetap di tepi sungai Mahakam tetapi dibatasi oleh taman dan jalan aspal..
Dari museum Kayu, kami berkeliling lagi, sungguh senang rasanya, bangunan kuno masih terawat dan jalan-jalan serta selokan bersih. Ternyata di Tenggarong ada Planetarium, yang sayang pada hari Jumat tutup. Pada hari Minggu, ada pemutaran film 3 D.
Setelah puas, kami kembali menuju kota Samarinda, menyeberangi sungai Mahakam dengan menggunakan feri. Jalanan mulus, dan saat jalan mulai berbatu-batu serta mobil terguncang-guncang, kami sadar bahwa kami sudah mulai memasuki wilayah kota Samarinda.
Saat saya cerita pada teman-teman di samarinda, bahwa jalan di Tenggarong lebih mulus, mereka menanggapi bahwa karena kota Samarinda lebih luas, lebih susah mengurusnya. Sedangkan di Tenggarong, sebagian besar masih masyarakat asli yang mudah diatur. Bagaimanapun, kenangan tentang kota Tenggarong sungguh menyejukkan hati, kotanya indah dan bersih. Jaraknya yang sekitar 30 km dari Samarinda, dapat dicapai 45 menit, melalui jalan berkelok-kelok naik turun bukit dengan pemandangan yang masih hijau di kiri kanan jalan. Entah kapan saya bisa ke sana lagi.
