
Setelah gagal mendapatkan foto Fujisan yang bagus di Fumutoppara, dalam perjalanan Hiro menanyakan mau kemana, pilihannya mau melihat peternakan apa air terjun. Narp cerita ini air terjun paling bagus yang pernah dilihatnya di Jepang, dan lokasinya tak jauh dari jalan mobil sehingga ibu tidak akan capek.

Jadi kami memutuskan melihat air terjun karena lokasinya di jalan menuju pulang ke Shin Fuji. Kami menuju ke Shiraito no Taki (air terjun Shiraito) dulu. Dari jalan besar kira-kira 270 meter, melalui tangga berundak yang rapih dan di kiri kanan nya ada pegangan untuk pengaman.

Di sepanjang jalan menuju air terjun ada toko-toko, Hiro langsung ingat ingin membelikan bapak mertua dan kakak iparnya topi. Di toko tersebut juga ada baju kaos kecil dengan tulisan dalam huruf kanji, yang cukup untuk Ara.
Perjalanan menuju air terjun sudah tertata rapi, walaupun menurun cukup tajam, tetapi jalan nya cukup aman untuk orangtua dan diberi pagar sepanjang tepinya.

Senangnya, karena bukan hari libur, turis tak terlalu banyak sehingga kami bisa menikmati jejeran air terjun ini. Rupanya air terjun ini bukan berasal dari sungai, namun berasal dari air yang melalui lubang-lubang di bebatuan.
Lingkungan sekitar air terjun masih hijau, makanya Narp bilang bahwa pergi ke air terjun ini tak tergantung cuaca, maksudnya tak seperti mau melihat gunung Fuji yang tergantung pada awan. Kami banyak mengambil foto di sini, walau cuaca mendung tapi fotonya tetap bagus karena tidak terpengaruh apakah langitnya biru apa tidak.

Dari sini kami menuju Otodome no Taki, di jalan mampir dulu membeli makanan, kaos dan topi. Dari jauh air terjun ini suaranya kencang sekali sehingga dinamakan Otodome no Taki, yang berarti kalau kita berbicara tak terdengar.

Air terjun ini berasal dari sungai Shiba, dan terjunnya sekitar 25 meter.

Di atas air terjun ada tempat dimana orang-orang menulis kenangan dan kesan selama mengunjungi air terjun. Pesan ini juga merupakan doa.
Puas melihat air terjun ini kami segera menuju kota Shin Fuji karena sewa mobil akan berakhir jam 7 pm. Di jalan Hiro meminta saya dan Narp melihat kiri kanan jalan, untuk mencari tempat makan, karena nanti sampai di Yokohama sudah malam.
Masalahnya, semua pakai tulisan kanji, jadi saya tak tahu itu restoran atau toko atau apa. Di sini bentuk restoran tak seperti di Indonesia yang terlihat jelas, banyak yang depannya tertutup, sehingga kalau tak memperhatikan, kita tak tahu kalau itu restoran.