
Setelah menghadiri acara di UNDIP, saya bersama suami dan adik bungsuku masih punya waktu untuk mengunjungi Sam Po Kong. Cuaca cerah dan terasa panas menyengat saat kami sampai di halaman parkir Sam Po Kong. Setelah membeli karcis, kami menunggu guide yang akan menemani kami jalan-jalan mengelilingi kompleks Sam Po Kong.
Di depan tulisan Sam Po Kong= Tiga Orang yang Dihormati

Kompleks Sam Po Kong ini merupakan kuil di dominasi warna merah, dibangun di area tanah seluas 2,4 hektar. Pertama-tama kami di ajak ke bangunan di depan, yang dimaksudkan untuk menutupi klenteng, maklum ada masa dimana ajaran Kong Hu Cu tak boleh dipraktekkan secara terbuka. Sam Po Kong artinya tiga orang yang dihormati, yaitu Laksamana Cheng Ho, Juru Mudi dan ahli navigasi yang dalam relief digambarkan sedang meneropong.

Bangunan inti dari kelenteng adalah sebuah Goa Batu yang dipercaya sebagai tempat awal mendarat dan markas Laksamana Cheng Ho beserta anak buahnya ketika mengunjungi Pulau Jawa di tahun 1400-an. Tempat ini adalah persinggahan kapal Laksamana Cheng Ho yg merupakan orang China daerah selatan dan beragama Islam. Sedangkan masjid Cheng Ho berada di Jawa Timur. Saya sendiri pernah mengunjungi masjid Cheng Ho di Pandaan dan Surabaya.

Di depan klenteng ada delapan patung dewa yang digambarkan mempunyai kemampuan masing-masing. Ada dewa harta, dewa ilmu pengetahuan, dewa kebaikan, dan lain-lain. Intinya ada tiga klenteng utama yang berjejer, sayang karena waktunya mepet saya tak sempat memakai baju China.

Di dalam klenteng terlihat ada makam, serta ada bekas jangkar sehingga dikenal dengan sebutan Kyai Jangkar. Di area belakang ada replika kapal Laksamana Cheng Ho.

Terdapat pohon yang merambat di antara bangunan klenteng dan mempunyai akar seperti rantai.
Di bangunan pinggir kiri, pada pagar digambarkan relief perjalanan Laksamana Cheng Ho, dan saat Laksamana Cheng Ho sedang ke Indonesia bersamaan dengan adanya perang antara Wirabumi (Jawa Timur) dengan Wikramawardhana (Raja Jawa Barat). Saat Cheng Ho melewati Jawa Timur, mengetahui bahwa sebetulnya perang tersebut disebabkan karena kesalahpahaman. Pada akhir hayatnya Cheng Ho meninggal karena sakit saat dalam pelayaran dan jenazahnya dibuang ke laut.

Pada pintu gerbang belakang, disebelah kanannya terdapat patung Laksamana Cheng Ho yang tinggi dan besar.
Di sebelah kiri ada lilin yang menyala terus dan digantinya setahun sekali.

Sebelum selesai, kami melewati bangunan tinggi dan besar yang merupakan gedung pertemuan. Di halaman depan gedung tersebut di beri tanda berupa lingkaran, tempat paling strategis untuk mengambil foto.